fbpx
Shutterstock/wahyu.andatu

Makna Semboyan Sang Bumi Ruwa Jurai dalam Penyelarasan Keberagaman Etnis di Provinsi Lampung

Lampung dikenal sebagai miniatur Indonesia karena keberagaman etnis di dalamnya. Hal ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu dimana Lampung menjadi tanah transmigrasi mulai zaman Belanda hingga orde baru. Posisi Lampung dinilai sangat strategis karena merupakan pintu gerbang pulau Sumatera serta dekat dengan ibu kota negara. Banyaknya lahan produktif juga merupakan faktor lain yang menyebabkan keberadaan pendatang ke provinsi Lampung tak bisa dibendung. Sang Bumi Ruwa Jurai sendiri merupakan simbol keragaman etnis dan budaya Lampung. Secara Bahasa Sang berarti satu, bumi berarti tanah, ruwa berarti dua, dan jurai berarti cabang atau golongan. Secara harfiah Sang Bumi Ruwa Jurai bermakna satu wilayah yang beragam. Sang Bumi Ruwa Jurai juga bermakna keberagaman suku yaitu masyarakat lokal dan pendatang.

Sang Bumi Ruwa Jurai sebagai semboyan masyarakat Lampung mempresentasikan kehidupan multikultural di Lampung. Penduduk asli Lampung sendiri terdiri atas dua  corak masyarakat, yaitu masyarakat pepadun  dan saibatin. Keduanya memiliki budaya yang sangat berbeda dimulai dari bahasa, pakaian adat, pernikahan dll. Selain itu, dengan penduduk sekitar 8.036.000 juta jiwa, berbagai etnis menduduki provinsi Lampung diantaranya etnis  Jawa (65%), penduduk asli Lampung (13,56%), etnis Sunda (9,61%), etnis dari Sumatera Selatan (5,40%), dan sisanya etnis Minangkabau dan Bali. Agama-agama yang diakui negara juga  semuanya ada di Lampung.  Mulai dari dari Islam (93.55%), Kristen Protestan (2.32%), Hindu (1.63%), Katolik (1.62%), Buddha (0.87%), hingga Konghucu (0.01%). Heterogenitas masyarakat Lampung juga terlihat dari bahasa, tetapi karena berasal dari etnis yang berbeda-beda, untuk berkomunikasi masyarakat Lampung menggunakan Bahasa Indonesia.

Keanekaragaman tak selamanya bernilai positif, ada beberapa dampak negatif yang lahir dari heterogenitas diantaranya pergeseran budaya asli, sikap primordialisme (paham yang memandang daerah asalnya lebih baik dari daerah lain) terhadap etnis lain, diskriminasi sosial, serta perbedaan sudut pandang antara masyarakat pendatang dan lokal. Untuk menangani permasalahan konflik diperlukan penerapan dari semboyan Sang Bumi Ruwa Jurai. Sang Bumi Ruwa Jurai sendiri merupakan sistem nilai masyarakat Lampung yang bersandar pada falsafah  masyarakat Lampung yang dikenal dengan Piil Pesenggiri.

Salah satu nilai dari Piil Pesenggiri adalah Nemui Nyimah. Nemui Nyimah bermakna sebagai perilaku yang sopan santun, bermurah hati, serta ramah tamah terhadap semua pihak yang datang. Dalam penerapan Nemui Nyimah salah satu instrument pencegahan konflik yang dapat dilakukan adalah Ippun Aneg (Rembuk Desa dan Kelurahan). Ippun Aneg merupakan usaha yang dilakukan oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan elemen lainnya guna mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan permasalahan yang timbul antara penduduk lokal dan pendatang atau masalah-masalah sosial lainnya yang berpotensi akan menimbulkan permasalahan di masyarakat dengan mengedepankan prinsip nemui nyimah. Dengan adanya Ippun Aneg, masalah dapat terselesaikan dalam forum terbuka sebelum terjadinya konfllik terbuka.

Pergeseran budaya asli masyarakat Lampung tak lain dan tak bukan disebabkan oleh heterogenitas masyarakat Lampung serta arus globalisasi yang kian pesat. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah melalui pengadaan festival untuk memperkenalkan wisata budaya Lampung kepada masyarakat. Namun, di masa pandemi Covid-19 ini,  pengadaan festival merupakan hal yang tidak memungkingkan sehingga cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengadaan festival online.

Festival online ini digagas dengan nama “Lampung Virtual Festival”. Festival ini merupakan festival budaya Lampung yang bertujuan untuk melestarikan budaya Lampung yang kian memudar akibat heterogenitas masyarakatnya. Acara ini menyajikan tarian tradisional Lampung, drama mengenai sejarah Lampung, pengenalan adat istiadat Lampung, senjata dan rumah adat Lampung serta menghadirkan penyanyi yang menyajikan lagu-lagu khas Lampung.  Untuk mengundang banyak masyarakat Lampung promosi dilakukan melalui media sosial seperti Instagram, Tik Tok dan ditayangkan secara live-streaming melalui YouTube. Dengan pengadaan Lampung Virtual Festival serta penerapan Ippun Aneg dalam masyarakat diharapkan dapat menjadi solusi mengatasi dampak negatif keanekaragaman serta dapat pula membantu tercapainya poin SDGs ke- 3, 10,dan 11 mengenai kehidupan sehat dan sejahtera, berkurangnya kesenjangan dan kota dan komunitas yang berkelanjutan di tahun 2030.

REFERENSI :

Suwardi dan M. Ruhly Kesuma. 2021. Pencegahan Konflik Masyarakat Lokal dengan Pendatang Berdasarkan Prinsip Nemui Nyimah Pada Masyarakat Lampung Marga Nunyai. Masalah-Masalah Hukum. Jilid 50 No.1

Mulyono, Hakim SB. 2019. Lampung : Miniatur Indonesia. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lampung/baca-artikel/12774/Lampung-Miniatur-Indonesia.html. Kementrian Keuangan Republik Indonesia.