Sundus Mirrotin Karyawan Swasta with side hustle Asisten Peneliti 0shares Generasi Muda dalam Transisi Indonesia ke Mobilitas Listrik: Mendorong Perubahan dan Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik Read More Kepulan asap hitam dan bau menyengat tercium pekat di kantor kami, pada suatu pagi. Dicari berasal dari manakah bau ini, ternyata berasal dari TPA yang berlokasi tepat di depan jajaran lingkungan perkantoran kami di suatu daerah di pinggiran kota Bandung. TPA ini merupakan muara pengumpulan sampah dari beberapa kelurahan di daerah kami. Asap pembakaran sampah berwarna hitam pekat membumbung tinggi ke atas langit, tidak lupa baunya. Yang bisa kami lakukan hanya mengirim pesan singkat kepada media sosial pihak kecamatan setempat untuk menanyakan perihal, apakah tidak ada pengelolaan yang tepat untuk penumpukan sampah tersebut? Sejatinya kami harus rela menghirup udara sangat segar dari pembakaran bermacam sampah tersebut, dari sampah sisa makanan, sampai ban mobil. Dalam skala rumah tangga, pada lingkungan rumah tangga berpendapatan menengah ke bawah seperti kami, seniat bagaimanapun kami memilahkan jenis sampah basah dan tidak (begitu sederhananya pemisahan jenis sampah versi kami), pelaku pemungut sampah keliling yang berkunjung setiap Rabu langsung ke depan rumah-rumah kami, tetap mencampurkan kembali kantong sampah yang telah dipilah. Maka kami hanya bisa mengelus dada. Lahan terbuka untuk membuat kompos pun, kami tidak punya. Beberapa studi dengan sistem kuisioner yang saya baca, menunjukkan bahwa kesadaran dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah khususnya di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat rendah. Jangan-jangan bukan karena kurangnya wawasan seperti yang banyak dianalisis oleh berbagai peneliti, mungkin saja akar utamanya disebabkan oleh tidak adanya satu kepaduan sistem yang jelas dan terstruktur dalam hal penanganan masalah sampah ini. …..mungkin saja akar utamanya disebabkan oleh tidak adanya satu kepaduan sistem yang jelas dan terstruktur dalam hal penanganan masalah sampah ini. Fenomena sampah sudah menjadi hal klasik yang mengusik kehidupan penduduk secara pribadi sehari-hari. Meningkatnya populasi manusia, turut meningkatkan juga produksi sampahnya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan bahwa pada tahun 2020, total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Apabila disederhanakan, setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah per hari! Indonesia pada khususnya, memiliki sampah domestik sebagai jenis sampah paling dominan yang jadi permasalahan bersama. Sampah domestik ini utamanya terdiri dari sampah makanan rumah tangga. Sifat konsumerisme penduduk juga turut menambah-nambah penumpukan masalah sampah, padahal sistem pengelolaan sampahnya belum bisa mengimbangi laju penumpukan sampah. Singkat kata, kita perlu mencari solusi pengelolaan sampah yang dapat dilakukan sesegera mungkin untuk mengimbangi laju penumpukan sampah yang demikian besarnya. Ironinya, tidak hanya sampah makanan, sampah plastik di Indonesia pun merupakan salah satu perkara yang serius dan bisa merusak banyak aspek kehidupan lingkungan. Apabila disederhanakan, setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah per hari! Berdasarkan sebatas pengetahuan saya pada khususnya, kita bisa lakukan beberapa hal dalam kontribusi kita sebagai individu masyarakat. Karena permasalahan terbesar sampah di Indonesia adalah sampah domestik dan khususnya dari makanan, maka perlu ada pemilahan sampah basah dan tidak sebelum diangkut oleh truk pengangkut sampah keliling untuk membantu pengelolaan di tahapan selanjutnya. Truk sampah keliling ini pun saya rasa kurang efektif juga apabila harus keliling langsung ke depan rumah-rumah penduduk. Padahal peran Rukun Tetangga (RT) disini sangat besar dalam menggelorakan program persampahan ini. Ada baiknya dalam skala RT, ketika rumah tangga sudah bisa memiliki kesadaran untuk memilah sampah, sambut dan sambung niat baik tersebut dengan menyediakan infrastruktur yang rapi dan terstruktur seperti memiliki area Tempat Pembuangan Sampah skala RT dengan pemisahan sampah basah dan tidak. Artinya, kita sebagai pelaku rumah tangga memilah sendiri sampahnya di rumah, dan membantu pengelolaan dalam hal pemilahan sampah sampai skala RT. Sehingga, truk sampah keliling yang tentu sudah dibekali prosedur pengangkutan sampah berdasarkan jenisnya, bisa langsung mengangkut sampah dengan ‘rapi’ (sesuai jenisnya), untuk diangkut kembali ke TPA yang memiliki sistem pemilahan serupa. Setelah mengusulkan adanya konsep pemilahan sampah dari skala rumah tangga dan RT, didukung dengan prosedur dan sistem yang jelas dari pusat sampai daerah, lalu apa? Sampah toh tetap menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kita tekan sifat konsumerisme dengan meminimalkan penggunaan barang-barang yang sekali pakai seperti plastik, dan juga menggelorakan konsep minimalis dalam hal makanan dan barang. Lalu apabila pemerintah pusat sampai daerah sudah memiliki perhatian khusus dan konsep yang jelas untuk masalah sampah, kita perlu solusi segera dahulu untuk mengimbangi laju penumpukan sampah yang nyata terjadi saat ini, dan kita bisa memanfaatkan adanya insinerator. Jangan skeptis dahulu tentang insinerator, bahwa insinerator hanya akan menambah masalah baru bagi aspek lingkungan. Kami sebagai penduduk secara individu, maupun dari komunitas akademisi yang peduli terhadap permasalahan sampah justru sedang melakukan penelitian bagaimana membuat insinerator yang asap hasil pembakarannya bisa meminimalisir kandungan-kandungan berbahaya yang bisa terhirup manusia dan makhluk hidup lainnya. Walaupun penelitian kami tentang insinerator belum selesai dikarenakan (seperti biasa) masalah finansial, tapi kami optimis bisa menemukan sistem insinerator ramah lingkungan. Kenapa harus insinerator? …karena laju penumpukan sampah saat ini terlalu masif dan cepat sehingga butuh solusi yang cepat juga, namun tetap harus diparalelkan dengan gelora solusi lain yang lebih ramah lingkungan seperti pemilahan sampah dan himbauan hidup minimalis seperti yang sebelumnya sudah digambarkan. Artinya dalam hal ini, sinergisitas berbagai sektor diperlukan untuk menemukan solusi atas permasalahan bersama ini. Pemerintah pusat sebagai konduktornya, lalu turun temurun menjadi program pemerintah daerah, dan tombak pelaku utamanya pada skala RT dan individu. Jangan menyepelekan kekuatan RT lho. Justru dari scope terkecil inilah apabila semua serentak dilakukan secara bersama-sama, akan menciptakan kontribusi yang berdampak besar kedepannya. Pemerintah sebagai sektor yang memiliki kewenangan dalam memberikan alokasi anggaran untuk menyelesaikan masalah persampahan ini, agaknya harus mulai memberi perhatian sangat khusus juga dengan mendukung anggaran-anggaran penelitian bagi komunitas atau mitra swasta yang memiliki ide /konsep dalam pengelolaan sampah berbasis teknologi. Namun tidak hanya pemerintah, peran produsen sampah pun saat ini diperlukan dalam hal keterlibatan pengelolaan sampah, seperti istilah sistem ekonomi sirkular yang kita tahu. Produsen sampah besar misalnya produk produk rumah tangga harian yang menggunakan plastik (contoh spesifik seperti mie instan, bungkusan bahan-bahan dapur, deterjen, sabun mandi, bungkus rokok), juga industri makanan yang dalam kondisi pandemik saat ini justru meningkatkan penggunaan plastik, perlu terlibat dalam pengelolaan sampah. Perusahaan besar bisa dikontrol melalui undang-undang pemerintah agar mereka harus bisa mengalokasikan anggaran dukungan untuk misalnya mitra-mitra pengelola sampah, karena sudah banyak mitra pengelola sampah berbasis teknologi yang bisa mendaur ulang sampah menjadi memiliki nilai jual kembali, tapi biasanya mitra-mitra ini memiliki kendala di bidang finansial dalam hal riset maupun operasionalnya. Maka merangkum usulan mengenai permasalahan sampah dari saya, bayangkan apabila konsep pengelolaan sampah ini betul-betul terintegrasi dari PEMERINTAH PUSAT, PRODUSEN SAMPAH (sektor industri maupun F&B industry), MITRA PENGELOLA SAMPAH dengan konsep pengelolaan sampah berbasis teknologi yang di-support secara finansial baik itu dari pemerintah maupun produsen sampah, sampai ke KONSEP PENGELOLAAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA (RT), bahwa tiap RT harus memiliki lahan pemilahan sampah tersendiri, …maka seharusnya permasalahan sampah ini optimis bisa kita atasi bersama-sama.
Generasi Muda dalam Transisi Indonesia ke Mobilitas Listrik: Mendorong Perubahan dan Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik Read More