Putri Nur Aisyah Mahasiswa 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang memiliki perbedaan topografi, hal ini tentu membuat Indonesia memiliki keberagaman yang tak ternilai harganya. Bentang alam Indonesia terhampar dari Sabang sampai Merauke, menunjukkan betapa luas nusantara dan tak sedikit pula jumlah penduduknya yang memiliki perbedaan budaya. Pada tahun 2010 BPS mencatat bahwa terdapat 1340 suku bangsa di Indonesia yang masing-masing memiliki adat istiadatnya sendiri, dari sejumlah suku bangsa tersebut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud mencatat bahwa Indonesia memiliki 718 bahasa daerah, Potensi Desa atau PODES tahun 2014 juga mencatat bahwa 71,8 persen desa di Indonesia memiliki komposisi warga yang berasal dari berbagai suku. Hal tersebut menunjukkan betapa kayanya Indonesia akan warisan kebudayaan yang beragam. Dilansir dari CNN Indonesia ada tujuh bentuk keragaman yang terdapat di Indonesia, yaitu rumah adat, upacara adat, pakaian tradisional, tari tradisional, alat musik dan lagu tradisional, senjata tradisional, serta makanan khas masing-masing daerah. Hal-hal tersebut adalah keberagaman yang menunjukkan kekayaan budaya Indonesia, oleh karena itu sebagaimana bentuk kekayaan keragaman budaya ini tentu harus kita jaga agar senantiasa lestari. Salah satu yang menjadi ancaman bagi kelestarian keragaman budaya yang kita miliki adalah perpecahan, perpecahan ini biasanya terjadi karena ada gesekan antar masyarakat yang berbeda suku hingga terjadi perkelahian, Potensi Desa atau PODES mencatat sepanjang tahun 2014 ada 96 kejadian perkelahian antar suku. Akan tetapi, dalam PODES juga tercatat bahwa persentase desa yang memiliki kebiasaan gotong royong relatif tinggi yaitu 96,1 persen. Kebiasaan gotong royong ini menjadi bentuk kearifan lokal yang hampir ada di setiap daerah, gotong royong menjadi benang rajut antar suku di suatu wilayah pedesaan untuk senantiasa memiliki tenggang rasa terhadap sesama. Kerukunan suatu wilayah dapat dilihat dari tingginya kepedulian sesama warga untuk bertoleransi dan melakukan gotong royong dalam segala keperluan yang memiliki tujuan kemaslahatan bagi publik. Kearifan lokal adalah jati diri bangsa. Dalam Primitive Culture, E.B Tylor menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan salah satu bentuk budaya yang mengandung pemahaman serta perasaan suatu bangsa meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, serta adat istiadat yang dibentuk dari kebiasaan anggota masyarakat. Pada analisis profil kebudayaan Indonesia oleh Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud tercatat bahwa Indonesia memiliki kearifan lokal yang nilainya telah diturunkan dari generasi ke generasi. Meski globalisasi telah mengikis jati diri bangsa namun kearifan lokal telah membantu bangsa kita menjaga diri, kearifan lokal juga telah membantu bangsa kita memilih kebijakan yang meliputi segala aspek seperti kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam, serta kegiatan masyarakat guna menjaga kerukunan dalam skala masyarakat lokal dari dulu hingga kini. Misalnya, pada masyarakat Dayak Kenyah di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dikenal istilah Tana’ Ulen yaitu tradisi yang menjaga kawasan hutan agar senantiasa lestari. Tradisi Tana’ Ulen mengatur bahwa hutan adalah tanah adat yang tidak bisa digunakan semena-mena, segala aktivitas dan pembangunan yang terjadi di atas tanah adat haruslah dilakukan sesuai dengan aturan adat yang berlaku, kearifan lokal ini juga dilestarikan untuk menjaga kerukunan agar tak terjadi sengketa lahan antar sesama penduduk lokal. Kearifan lokal telah terbukti mampu menjaga jati diri bangsa dan merawat kerukunan. Keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia adalah kekayaan yang harus dijaga, tentunya leluhur kita sadar akan hal ini dan kemungkinan ancaman yang akan datang memecah belah, maka dari itu diturunkanlah kearifan lokal berupa tradisi-tradisi yang dipupuk dan ditumbuhkan hingga saat ini. Sebagai generasi penerus sudah sepatunya tradisi ini dijaga atau setidaknya dapat mengambil intisari dari kearifan lokal yang telah ada untuk diimplementasikan di kehidupan saat ini. Upaya yang dapat kita lakukan dalam merawat kerukunan dengan kearifan lokal yang telah ada bisa kita mulai dari mengenal kearifan lokal itu sendiri. Pada saat ini mungkin telah banyak masyarakat modern yang sulit mencapai akses untuk mendapatkan informasi mengenai penjelasan mengenai kearifan lokal langsung dari masyarakat adat. Akan tetapi kita bisa mengenalnya dari mengunjungi situs sejarah, situs warisan budaya, museum, serta menghadiri pagelaran seni yang sarat akan pesan budaya. Seperti yang kita ketahui bersama, sejarah ditorehkan agar masyarakat di generasi mendatang mampu memetik pelajaran dari hal yang pernah terjadi. Sebagai masyarakat modern kita dapat mempelajari bagaimana leluhur kita menyelesaikan konflik guna merawat kerukunan dalam keberagaman dengan kearifan lokal. Kerukunan yang terjaga akan menghasilkan lingkungan yang aman dan kondusif sehingga kita semua dapat berangkat menuju masyarakat yang tangguh dan lingkungan yang lebih baik.
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More