Salsabila Syifa 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Dalam dunia yang semakin cepat berubah, tantangan global seperti perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, dan ketidakadilan sosial semakin mendesak untuk diatasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menghadapi tantangan ini, kita membutuhkan pemimpin masa depan yang mampu berpikir kritis, inovatif, dan berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan. Pendidikan berkualitas dan inovasi memegang peran kunci dalam menciptakan generasi pemimpin yang siap membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan. Namun, bagaimana pendidikan berkualitas dan inovasi ini dapat benar-benar menjadi solusi dalam menghadapi persoalan dunia saat ini? Artikel ini mengangkat peran penting Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-4, 8, dan 9 yang berfokus pada pendidikan berkualitas, pekerjaan layak, dan infrastruktur berkelanjutan. Namun, meskipun tujuan-tujuan ini memberikan arah yang jelas, kita membutuhkan pendekatan yang lebih konkret dan inovatif untuk memastikan tercapainya ekonomi berkelanjutan yang merata bagi semua orang. Pendidikan Berkualitas untuk Semua (SDG 4): Apakah Cukup? SDG ke-4 menekankan pentingnya memberikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata. Pendidikan merupakan fondasi dasar bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi. Namun, satu pertanyaan yang layak ditanyakan: Apakah pendidikan saat ini cukup mempersiapkan generasi muda untuk masa depan yang semakin kompleks? Di banyak negara, pendidikan masih menghadapi tantangan aksesibilitas dan ketimpangan kualitas. Bahkan ketika akses pendidikan diperluas, kualitasnya belum tentu merata. Siswa di daerah terpencil, misalnya, sering kali tidak mendapatkan kualitas pendidikan yang setara dengan mereka yang berada di kota besar. Ini adalah masalah yang mendalam, karena ketimpangan dalam pendidikan berarti ketimpangan dalam kesempatan hidup. Infografis jumlah butir perguruan tinggi berdasarkan kota dan kabupaten di Indonesia Gambar 1. Atribusi: Akbar Soepadhi, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons Di Indonesia sendiri, data menunjukkan adanya ketimpangan akses pendidikan yang signifikan. Berdasarkan kueri dari Wikidata, terdapat 399 kota dan kabupaten di Indonesia dengan jumlah perguruan tinggi yang sangat bervariasi. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya memiliki jumlah perguruan tinggi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah di Indonesia bagian timur seperti Papua dan Maluku. Dari 399 kota dan kabupaten tersebut, sebanyak 273 di antaranya memiliki kurang dari 10 perguruan tinggi, yang menunjukkan kesenjangan geografis yang jelas dalam akses pendidikan tinggi. [1] Salah satu solusi inovatif untuk mengatasi ketimpangan ini adalah dengan memberdayakan sumber internet terbuka seperti Wikipedia dan program Wikimedia lainnya. Proyek-proyek Wikimedia menyediakan akses gratis dan terbuka ke berbagai sumber daya pendidikan, yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah-wilayah yang kurang terlayani. Wikipedia, sebagai ensiklopedia daring yang dikelola oleh komunitas global, memungkinkan akses ke informasi dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Sumber daya terbuka ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi siswa dan pendidik di daerah terpencil yang mungkin tidak memiliki akses terhadap perpustakaan fisik atau sumber daya pendidikan berkualitas lainnya. Selain itu, siswa dan pendidik dapat berkontribusi memperbarui dan memperkaya konten Wikipedia, sehingga menciptakan siklus pembelajaran yang partisipatif dan inklusif. Program lain yang relevan adalah Wikimedia Commons, yang menyediakan sumber daya multimedia terbuka, seperti gambar, video, dan audio, yang dapat digunakan secara bebas untuk kegiatan belajar. Wikibooks dan Wikiversity juga menawarkan materi pelajaran gratis dalam bentuk buku digital dan kursus daring, yang dapat diakses kapan saja dan dari mana saja. Namun, untuk memastikan solusi ini efektif, pemerintah dan komunitas/lembaga masyarakat khususnya dalam sektor pendidikan perlu berinvestasi dalam meningkatkan literasi digital dan menyediakan pelatihan bagi guru serta siswa dalam menggunakan platform daring ini. Selain itu, infrastruktur internet yang andal dan terjangkau harus dijamin untuk semua wilayah, khususnya di daerah-daerah terpencil. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (SDG 8): Tantangan Dunia Kerja di Era Digital SDG ke-8 menyoroti pentingnya menyediakan pekerjaan yang layak bagi semua dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi digital dan otomatisasi, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dan menciptakan pekerjaan yang layak, terutama bagi sektor-sektor yang terdampak oleh revolusi industri 4.0. Ketika kita membandingkan kondisi ini dengan negara-negara ASEAN lainnya, terlihat berbagai peluang dan tantangan yang berbeda dalam menavigasi transformasi digital di kawasan ini. Infografis rerata Skor HDI Negara di ASEAN 2017 – 2021 Gambar 2. Atribusi: Affandy Murad, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons Indonesia, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,7088, berada pada level pembangunan manusia sedang. Ini menempatkan Indonesia di tengah-tengah peringkat ASEAN. Dibandingkan dengan Singapura (IPM 0,9392) dan Brunei Darussalam (IPM 0,830), Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang lebih besar dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk ekonomi digital. Negara-negara dengan IPM lebih tinggi di ASEAN telah berhasil memanfaatkan teknologi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengembangkan sektor ekonomi berbasis pengetahuan. [2] Sebaliknya, di Indonesia, terutama di luar wilayah perkotaan, masih ada tantangan dalam menyediakan infrastruktur digital yang memadai dan akses terhadap pendidikan berkualitas, khususnya di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Ini sangat memengaruhi kemampuan pekerja Indonesia untuk beradaptasi dengan pekerjaan digital yang menuntut keterampilan baru. Myanmar dan Kamboja, yang memiliki IPM lebih rendah, juga menghadapi masalah serupa, menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan manusia di ASEAN berdampak langsung pada peluang pekerjaan di era digital. Di sisi lain, teknologi membuka peluang besar bagi pekerjaan baru di sektor digital. Pekerjaan jarak jauh (remote) misalnya, telah memberikan fleksibilitas kepada banyak individu, terutama selama pandemi COVID-19. Namun, akses terhadap pekerjaan ini masih terbatas bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan digital yang memadai. Untuk menjawab tantangan ini, kita harus mengalihkan fokus pendidikan ke keterampilan digital dan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Ini bukan hanya tentang menghasilkan lulusan yang siap kerja, tetapi juga menciptakan tenaga kerja yang bisa beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat. Kurikulum yang relevan harus mencakup keterampilan teknologi hijau, energi terbarukan, dan manajemen lingkungan. Di masa depan, pekerjaan yang layak tidak hanya diukur dari produktivitas, tetapi juga dampaknya terhadap keberlanjutan lingkungan. Keterampilan dalam teknologi ramah lingkungan akan menjadi kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak merusak ekosistem kita. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dan industri harus bekerja sama dalam mengembangkan program-program pelatihan yang relevan dan mutakhir. Lebih lanjut, pekerjaan di era digital seharusnya tidak terbatas pada individu yang tinggal di kota besar. Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk membangun pusat-pusat digital di daerah-daerah terpencil, memungkinkan individu di sana untuk terhubung dengan pasar global. Dengan infrastruktur yang tepat, banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dari jarak jauh, mengurangi kebutuhan untuk urbanisasi dan sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Infrastruktur dan Inovasi untuk Ekonomi Berkelanjutan (SDG 9): Membangun Masa Depan yang Ramah Lingkungan Inovasi dan pembangunan infrastruktur adalah elemen penting dalam menciptakan ekonomi yang berkelanjutan, sesuai dengan SDG ke-9. Namun, pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan dampak lingkungan hanya akan memperburuk masalah global seperti pemanasan global dan kerusakan ekosistem. Deep Green House, Columbia, Boone County, Missouri Gambar 3. UEnglishmanS, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons Infrastruktur yang dibangun di masa depan harus mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan. Ini berarti menggunakan teknologi hijau, energi terbarukan, serta desain yang hemat energi dan material. Misalnya, sekolah-sekolah dapat dirancang dengan konsep green building yang memanfaatkan panel surya, sistem pengolahan air hujan, dan ventilasi alami untuk mengurangi jejak karbon. [3] Selain itu, teknologi big data dan sistem informasi geografis (GIS) dapat digunakan untuk merencanakan pembangunan infrastruktur yang lebih bijak. Dengan menganalisis data lingkungan, kita dapat menentukan lokasi terbaik untuk pembangunan tanpa merusak ekosistem, serta memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun tahan terhadap perubahan iklim. Yang tidak kalah penting adalah mempromosikan inovasi di sektor kewirausahaan sosial. Dengan memberikan dukungan kepada startup dan usaha kecil yang fokus pada solusi lingkungan dan sosial, kita dapat menciptakan lapangan kerja baru yang mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan. Pemerintah harus memfasilitasi program-program pembiayaan inklusif yang memungkinkan individu atau kelompok dengan ide inovatif untuk mendapatkan dana yang mereka butuhkan. Kesimpulan Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan berkualitas, inovasi, dan infrastruktur berkelanjutan adalah pilar penting dalam membangun ekonomi yang lebih inklusif dan ramah lingkungan. Namun, untuk mencapai hal ini, kita perlu melakukan terobosan inovatif yang melibatkan penggunaan teknologi, kolaborasi lintas sektor, dan kebijakan yang mendukung inklusivitas. Pemimpin masa depan yang kita butuhkan adalah mereka yang tidak hanya berpengetahuan, tetapi juga memiliki komitmen terhadap keberlanjutan. Mereka harus dilengkapi dengan keterampilan untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks dan memiliki visi untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang. Teknologi adalah alat yang dapat membawa kita ke arah tersebut, tetapi hanya jika digunakan dengan bijak dan merata. Kini saatnya kita berinvestasi dalam pendidikan berkualitas, mendorong inovasi yang inklusif, dan membangun infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat memastikan bahwa masa depan yang lebih baik bukan hanya mimpi, tetapi kenyataan yang dapat kita wujudkan bersama. Referensi [1] A. Soepadhi, “Jumlah butir perguruan tinggi berdasarkan kota dan kabupaten di Indonesia,” 18 Juni 2024. [Online]. Available: https://www.wikidata.org/wiki/User:Akbar_Soepadhi/Jumlah_butir_perguruan_tinggi_berdasarkan_kota_dan_kabupaten_di_Indonesia. [2] A. Murad, “Rerata Skor HDI Negara di ASEAN 2017 – 2021,” 18 Juni 2024. [Online]. Available: https://www.wikidata.org/wiki/User:Affandy_Murad/Rerata_Skor_HDI_Negara_di_ASEAN_2017_-_2021. [3] B. Alfaruq, “Konsep Green Building,” 14 November 2022. [Online]. Available: https://eticon.co.id/konsep-green-building/.