Muhammad Rizqi Akbar 0shares MENYULUT ENERGI HIJAU DARI EMAS CAIR: PERAN STRATEGIS KELAPA SAWIT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Read More “We are the first generation to feel the sting of climate change, and we are the last generation that can do something about it.”—Jay Inslee Kutipan di atas memang terkesan klise. Terlebih, bila itu diucapkan seorang politisi saat kampanye. Mungkin juga terdengar omong kosong. Namun, terlepas dari itu semua, ungkapan tersebut cukup relevan dengan kondisi hari-hari ini. Akhir-akhir ini, dampak perubahan iklim semakin tampak. Beberapa tahun terakhir, banyak bencana alam berskala besar yang terjadi di berbagai belahan dunia. Mulai dari kebakaran hutan di Brasil dan Australia, Topan Hagibis di Jepang, hingga banjir besar yang melanda Jabodetabek awal 2021. Dalam skala yang lebih besar, perubahan iklim tampak dari naiknya ketinggian air laut akibat pemanasan global. Berdasarkan data NASA, ketinggian air laut mengalami kenaikan sebesar 3,3 mm per tahunnya. Kenaikan ini tidak hanya disebabkan oleh mencairnya gletser di kutub, tetapi juga karena berkurangnya volume air yang dapat diserap tanah akibat pembangunan dan pemompaan air tanah yang berlebihan. Di tengah bencana hidrometeorologi hingga ancaman perubahan iklim lainnya, pemerintah Indonesia justru terkesan setengah hati dalam isu-isu lingkungan. Selain itu, menurut survei global, tingkat kesadaran publik Indonesia terhadap perubahan iklim terbilang rendah. Sementara, persentase penyangkal perubahan iklim justru relatif tinggi dibanding negara lain. Namun, anak muda menunjukkan tren yang berbeda. Generasi muda di Indonesia terbukti lebih peduli terhadap isu-isu lingkungan. Selain itu, aktivisme iklim di Indonesia juga meningkat, meskipun lebih rendah dibanding negara-negara maju. Hal ini merupakan modal penting bagi Indonesia. Sebab, partisipasi anak muda memiliki efek yang menularkan aktivisme di antara sesamanya. Selaras dengan tren global, aktivisme iklim anak muda juga menjadi ujung tombak untuk mendesak pemerintah dan mengawal kebijakan lingkungan. Mengapa itu penting? Anak muda adalah motor penggerak dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan kemampuan berpikir yang kritis, kreatif, dan inovatif, anak muda dapat memainkan peran yang penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Anak muda dapat menjadi penggerak bagi pemerintah agar melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghadapi perubahan iklim. Mereka dapat menggunakan berbagai cara untuk mengajak pemerintah agar mengambil tindakan yang diperlukan, seperti demonstrasi, petisi, dan menulis opini di media. Salah satu contohnya adalah Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Gerakan tersebut dapat mendorong penerapan aturan kantong plastik berbayar dalam peraturan daerah. Seperti halnya kutipan di awal, generasi muda bisa dan perlu melakukan sesuatu untuk menghadapi perubahan iklim. Anak muda memiliki posisi yang strategis, sebagai jembatan antara ilmuwan, politisi, dan publik. Mereka mampu menjahit data saintifik dengan pengalaman empiris sehingga isu perubahan iklim menjadi dekat dan relevan. Sebelum jauh merumuskan solusi atau semacamnya, rasanya anak muda perlu meyakinkan publik bahwa perubahan iklim itu nyata. Apalagi kepada generasi di atasnya, yang masih menyangkalnya. Meski berbeda untuk setiap generasi, perubahan iklim jelas memengaruhi semuanya. Anak muda tidak bisa begitu saja meninggalkan generasi sebelumnya, lalu berjuang sendirian. Perlu diingat, perubahan iklim adalah masalah struktural dan bukan masalah generasi tertentu saja. Jadi, sebaiknya anak muda menjadi komunikator perubahan iklim. Mereka perlu mengomunikasikan isu ini menjadi isu bersama. Harapannya, semua pihak pun dapat sepakat untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim.
MENYULUT ENERGI HIJAU DARI EMAS CAIR: PERAN STRATEGIS KELAPA SAWIT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Read More