Cindy Maharani Indira Bangsawan Analis Penuntutan (Calon Ahli Pertama - Jaksa) 0shares Jangan Takut Bicara: Mendukung Korban Kekerasan Seksual Read More Singkat cerita, saya adalah seorang gadis berusia 24 tahun yang memiliki mimpi besar bahwa setiap manusia berhak atas rasa aman. Ohya, perempuan dan anak-anak juga manusia ‘kan? — Suatu hari saya membaca salah satu berita yang sedang hangat di media sosial. Semua orang di berbagai platform media sosial membahas berita ini. Saya pun tergelitik untuk mencari tau lebih dalam lagi hingga pada akhirnya saya berhenti pada sebuah percakapan singkat, “Eh ini tuh salah satu bentuk Child Grooming tau?” “emang Child Grooming tuh apaan sih?” “itu loooh yang orang dewasa pacaran sama anak dibawah umur” “….mama papaku beda 10 taun itu termasuk child grooming bukan?” Sepercik percakapan tersebut masih saya ingat dengan jelas di benak saya hingga saat ini. Sampai akhirnya saya sendiri pun berpikir “iya ya.. gimana ya cara jelasin apa itu child grooming?”. Mungkin untuk seseorang yang memiliki latar belakang hukum atau memiliki ketertarikan atas isu anak pasti mengenal jelas tentang konsep dari Child Grooming itu sendiri. Tetapi apa ya definisi pastinya? Apakah perbedaan jarak usia yang terpaut jauh antar pasangan dapat dikatakan Grooming? Bukankah Grooming itu sebuah bentuk pelecehan seksual? Akhirnya beragam pertanyaan seketika muncul di benak saya. Saya perlu berterima kasih kepada penemu internet yang memudahkan saya untuk mencari tahu makna dari Grooming lebih jauh. Satu artikel saya baca.. sepertinya tidak cukup. Saya ulik lebih dalam lagi, membaca dan mencari berbagai sumber referensi. Hingga tanpa saya sadari saya telah menghabiskan 3 hari tanpa henti mencari tau dengan jelas apa itu grooming terlebih terkait pengaturannya di Indonesia dan hasilnya, nihil. Iya benar, tidak ada. Tidak ada definisi yang mengatakan dengan pasti apa itu Grooming dan apa saja unsur-unsurnya hingga seseorang dapat dikatakan telah melakukan kejahatan grooming. Maka untuk menyimpulkan hasil riset saya, saya mengutip Australia Crimes Amendment (Grooming) Act 2014 dimana grooming adalah suatu proses di mana pelaku berusaha memanipulasi korban untuk mendapatkan kepercayaannya dengan tujuan agar korban dapat memenuhi hasrat seksualnya di kemudian hari. Saya semakin yakin bahwa grooming adalah hal yang menakutkan setelah saya mendengar salah satu pengalaman tidak menyenangkan dari teman baik saya, kita sebut saja Intan. Intan berada pada keluarga yang cukup, secara ekonomi maupun pendidikan. Hingga Intan menduduki bangku SMP ia berkenalan dengan Gurunya yang berusia 24 tahun, sebut saja Angga. Hubungan Intan dan Angga berawal dari sekedar chattingan, video call, bertukar kabar, pulang bersama, sampai akhirnya Angga berkata “Kamu lebih dewasa dari usiamu ya.” kata manis seperti itu membuat pipi Intan bersemu merah. “14 dan 24 tahun bukan umur yang jauh kan?” tanya Angga secara halus Intan pun terdiam menatap Angga, dalam benaknya berkecamuk memikirkan apa maksud dari pertanyaan itu. “Iya, hubungan kita kan sudah sejauh ini, kan kamu tau aku adalah seorang lelaki, aku butuh melampiaskan hawa nafsuku, masa aku lampiaskan ke wanita lain kan ada kamu, sayang.” “Kamu mau kan ‘main’ sama aku?” lanjutnya yang langsung dibalas sebuah gelengan oleh Intan dan dengan cepat dijawab oleh angga “kan kamu udah sering aku traktir, anter pulang, nilai kamu aja aku bikin bagus, makan pisang aku mau ya?” Intan kembali menggeleng dan terkaget saat melihat angga marah dan berkata dengan ketus “halah, ga guna kamu, mau manfaatin aku doang” lalu, ia pun meninggalkan Intan duduk sendirian. Setelah itu, Intan bingung, takut dan akhirnya berpikir bahwa ‘oh mungkin saya memang harus membalas budinya, mungkin dengan memberikan apa yang ia inginkan dapat menunjukkan bahwa rasa sayang saya tulus kepadanya’ Bertahun-tahun ia lewati, menahan semua kebingungan itu namun ia tidak tahu kemana ia harus bercerita maupun mengadu. Semenjak itu, Intan tidak lagi melihat kasih sayang atau rasa cinta sebagai hal yang sama, seperti sebelum ia mengalami pengalaman tidak menyenangkan tersebut. Sayangnya, ia tidak tau kejadian traumatis tersebut ternyata sebuah bentuk pelecehan seksual yaitu, Grooming. Sesuatu yang ia harap tidak pernah terjadi kepada dirinya. Pelaku sendiri merupakan seorang lelaki dewasa yang berpendidikan dan tau bahwa hal yang ia lakukan adalah hal yang salah. Tidak hanya itu, ia juga sangat tau bagaimana caranya untuk memberikan kasih sayang sampai akhirnya ia mendapatkan kepercayaan penuh dari korban dan memanfaatkan kepercayaan itu untuk melecehkannya. Pelaku membentuk citra bahwa ia adalah pribadi yang afeksional, penuh perhatian, kasih sayang, sosok yang dapat dipercaya tidak hanya pada korban tetapi juga lingkungan pertemanan bahkan keluarganya. Ini semua dilakukan untuk memenuhi hasrat seksualnya. Sekilas, Grooming ini adalah sebuah kegiatan yang biasa namun apabila kita lihat dari sudut pandang hukum pidana, kegiatan tersebut akan menjadi sebuah momok. Kekerasan seksual terhadap Anak dan Perempuan semakin hari, semakin meningkat. Menurut Wolfe’s Cycle of Sexual Offending, Grooming adalah tahapan terakhir yang dilalui oleh korban sebelum terjadinya kekerasan seksual. Catatan Tahunan Komnas Perempuan pun mengatakan bahwa Kekerasan seksual yang diawali melalui grooming memiliki dampak yang berkelanjutan terhadap masa depan korban. Lantas, mengapa kita tidak pernah menyikapi grooming dengan serius? Bukankah dengan mengetahui grooming lebih dalam kita dapat menekan angka kekerasan seksual? Maka dari itu, tolong jangan biarkan cerita seperti Intan lewat begitu saja. Apabila anda mendengar cerita seperti Intan dan bertanya, ‘apa yang harus saya katakan pada anak saya atau teman saya untuk membuatnya lebih berhati-hati?’ ‘apa yang dapat saya lakukan?’ Mari, saya undang anda untuk bergabung bersama saya dalam dialog ini dan mulai untuk membantu anak-anak disekitar kita dengan menyebarkan pengetahuan terkait Child Grooming. Karena bagaimana jika yang terbungkam tidak dibungkam lagi, bagaimana jika kita menciptakan dunia di mana anak-anak kita diberdayakan dan diberi suara untuk mengatakan tidak. Bagaimana bila kita, orang dewasa yang sudah cukup berani memberikan suaranya dan berbicara terhadap hal-hal tabu yang telah terselimuti sebelumnya. Terselimuti, sebuah ruang aman untuk para korban Child Grooming, baik yang sedang terjadi atau bahkan sudah lama mereka pendam. Terselimuti hadir sebagai sebuah ruang edukasi untuk menjawab ragam pertanyaan terkait Child Grooming dan meyakinkan bahwa apapun yang mereka rasakan adalah hal yang valid dan mereka berhak untuk didengar. Satu persatu cerita hadir ke Terselimuti dan saya adalah orang yang memiliki keberuntungan untuk mendengar seluruh cerita tersebut dan menanggapinya. Sampai akhirnya saya sadar bahwa, saya juga pernah merasakan hal yang sama seperti mereka, saya pernah menjadi korban, bahkan.. kita semua pernah menjadi korban. Alasan dibalik lahirnya Terselimuti ini sendiri sangat sederhana. Masalah ini harus berhenti disini. Tidak boleh ada Cindy yang lain, Intan yang lain, bahkan korban-korban selanjutnya. Kita harus mulai mengedukasi tidak hanya adik-adik kita tetapi teman, orang tua, lingkungan kita agar kita dapat menaikkan kesadaran terhadap bahaya dari Child Grooming ini tidak hanya saat hal tersebut terjadi, tetapi juga demi masa depan dari para korban. #BukaSelimutmu, kita buka segala hal yang menyelimuti mereka selama ini, rasa takut, cemas, bingung dan kita yakinkan bahwa Child Grooming #BukanAib and we are here, to hear. Terselimuti, #BeraniBersama.