fbpx
https://id.pinterest.com/odysseypins/

Jangan Takut Bicara: Mendukung Korban Kekerasan Seksual

Jangan Takut Bicara: Mendukung Korban Kekerasan Seksual

 Oleh: Della Pujana Rempas

 

Kekerasan seksual yang umum terjadi dapat membuat kita semua tidak bisa berkomunikasi dengan kata-kata. Namun, karena hal ini, banyak orang yang tidak mengerti dan korban malah jadi takut untuk bicara. Jadi, bagaimana kita bisa memastikan bahwa ini adalah masalah yang serius? Simak, yuk!

Kekerasan seksual bukan cuma tentang masalah fisik, lho. Istilah “kekerasan seksual” sendiri dapat didefinisikan sebagai hubungan seksual yang tidak terjadi antara dua orang. Ini bisa berupa tindakan, frasa, atau gerakan yang membuat orang lain merasa terganggu atau terancam secara seksual. Ada banyak bentuknya, seperti pelecehan verbal (catcalling), pelecehan fisik, dan bahkan pemaksaan hubungan seksual. (Paradiaz & Soponyono, 2022)

Menurut UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tindakan ini mencakup beberapa bentuk kekerasan yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Contohnya, komentar tentang tubuh atau pakaian seseorang yang tidak jelas itu juga dapat termasuk pelecehan seksual. (Sommaliagustina & Sari, 2018)

Kita sering dengar orang bilang “Ah, sudahlah, itu kan tidak terjadi sama kita”. Tapi kenyataannya adalah jika kita tetap diam, masalah ini dapat memburuk. Semakin sering kita membahas kekerasan seksual, semakin banyak orang yang akan sadar akan hal itu dan mampu menghentikannya. Plus, ini juga jadi cara kita untuk membantu para korban supaya mereka tahu mereka tidak sendirian.

Kalau dengar kata “kekerasan seksual” sangat mungkin yang kita pikirkan dalam kepala kita itu adalah kasus pemerkosaan. Nah, ada salah satu kasus yang memang kedengaran gila dipublish detiksumut.com, “Seorang marbot masjid di Aceh, perkosa anak berkebutuhan khusus di Masjid”. Memang gila kan? Apalagi dia itu kan seorang marbot di sebuah masjid, tidak seharusnya dia melakukan perbuatan itu. Buat teman-teman yang belum tahu marbot, “marbot” itu adalah seseorang yang bertugas menjaga, merawat, dan mengurus kebutuhan operasional masjid. Menurut info, kasus ini terungkap saat ibu korban curiga melihat keberadaan anaknya di halaman masjid dan mengamati gerak-gerik anaknya saat keluar dari dalam masjid. Sang ibu pun menanyakan alasan korban berada dalam masjid. Awalnya korban tak menceritakan kejadian yang dialaminya. Namun ibu korban terus mendesak korban untuk bercerita hingga akhirnya korban menceritakan bahwa ia telah diperkosa pelaku (marbot). Setelah mendengarkan pengakuan anaknya, korban langsung membuat laporan ke Polres Aceh Utara.

Nah, mengenai info di atas kita bisa tahu bahwa tak memandang itu siapa bisa pejabat, petinggi-petinggi, orang asing, juga orang sudah sangat akrab dengan kita, bahkan yang bekerja di dalam rumah yang suci, bisa melakukan sesuatu yang tidak diinginkan pada diri kita. Salah satu fakta yang ada melalui berita di atas yaitu kebanyakan korban memilih untuk tetap diam. Alasannya beragam, tapi sering kali terkait rasa malu, takut disalahkan, atau takut tidak dipercaya, dan lain-lain.

Ada juga kasus “Guru SMP di Raja Ampat nyaris diperkosa murid hingga trauma”. Menurut dari publikasi detiksumut.com, Seorang guru SMP berinisial NM mengalami kejadian mengerikan di rumah dinasnya di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia nyaris diperkosa oleh muridnya sendiri, LS. Pelaku kini sudah ditahan dan menjalani pemeriksaan, sementara korban mengalami trauma. Polisi masih menyelidiki motif pelaku. Sementara itu, korban saat ini mengalami trauma dan harus menjalani pendampingan psikologis. “Korban NM masih dalam kondisi trauma dan belum bisa memberikan keterangan. Rencananya akan dibawa ke Waisai untuk mendapatkan pendampingan psikologis dan menjalani pemeriksaan di Polres Raja Ampat,” pungkas sang polisi. Memang, trauma yang muncul setelah mengalami atau hampir mengalami kekerasan seksual bisa sangat parah, meskipun setiap orang merasakannya dengan cara yang berbeda. Bukan hanya korban langsung yang bisa merasakan dampaknya, bahkan mereka yang hampir menjadi korban pun bisa merasakannya.

Menurut data KPAI, sejak tahun 2013, terdapat lebih dari 3.200 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, dan 50% di antaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak. Banyak kejadian yang terjadi di lingkungan anak-anak, seperti di rumah dan sekolah. Menurut data (KPAI, 2014), selain di JIS, kasus sodomi yang dilakukan Andi Sobari alias Emon di Sukabumi dengan korban 110 anak, kasus pedofil atau samai korbannya tercatat kurang lebih ada 100 anak, rata-rata berusia 13-14 tahun, dan iming-iming korbannya akan mengajari sulap ilmu, yaitu mengubah setahun menjadi uang. Kasus Sodomi oleh penjaga mesjid di Makassar, korbannya puluhan anak berusia antara 9 dan 11 tahun, yang telah berlangsung sejak 2013. Setelah para santri meninggalkan TPA, mereka melakukan tugasnya di ruang sekretariat masjid. Pelaku melakukan aksinya saat para santri selesai mengaji di TPA dan melakukannya di ruang sekretariat panitia masjid. Kasus-kasus tersebut di atas ibarat fenomena yang hanya sebagian kecil dari jumlah kasus yang terungkap dan tidak sedikit pula kasus-kasus yang ada di masyarakat namun tidak sampai ke ranah hukum dengan alasan malu atau bahkan takut dengan ancaman pelaku.(Ningsih & Hennyati, 2018)

Korban kekerasan seksual mungkin memiliki kekhawatiran yang berkelanjutan setelah kejadian, baik yang sudah terjadi atau yang akan terjadi adalah hal yang umum untuk merasa takut meninggalkan rumah atau berpikir bahwa hal itu mungkin terjadi lagi. Bahkan setelah pengalaman itu berlalu, banyak korban masih merasa seolah-olah mereka terus diawasi atau dalam bahaya. Gangguan kecemasan atau PTSD (Gangguan Stres Pasca-Trauma) dapat terjadi akibat hal ini. Misalnya, korban akan mengalami mimpi buruk, terus merasa terjaga sepanjang waktu, atau bahkan percaya bahwa kejadian tersebut terulang kembali padahal tidak.

Kita sering mendengar bahwa remaja itu berada dalam periode kritis tahap perkembangan sosial yang sangat penting. Dimasa ini, Mereka belajar keterampilan sosial, membangun hubungan, dan mengenali batasan selama masa ini. Nah, kalau seorang peserta didik mengalami kekerasan seksual, ini bisa mengganggu kemampuan mereka untuk berhubungan dengan orang lain. Kapasitas seorang peserta didik untuk berhubungan dengan orang lain dapat terhambat jika mereka telah menyaksikan kekerasan seksual. Bisa jadi mereka akan selalu merasa cemas, takut, bahkan malu untuk berinteraksi dengan teman atau orang dewasa yang ada di sekitar mereka. Dalam masyarakat remaja, pertumbuhan emosi sangat penting. Siswa mulai belajar tentang kehidupan mereka sendiri dan bagaimana menghadapi emosi. Namun, jika seorang peserta didik memiliki gairah seksual atau sesuatu yang mendekati gairah seksual, perasaan mereka dapat diatasi. Merasa tidak berharga, merasa sangat cemas, atau malah merasa bahwa mereka salah atas kejadian tersebut.

Nah, kita juga sering menemukan bahwa kondisi psikologis dan emosional anak berkaitan erat dengan perkembangan kognitif dan intelektual mereka. Salah satu dampak dari trauma kekerasan seksual adalah sulit berkonsentrasi, merasa cemas, atau bahkan sulit tidur. Peserta didik mungkin merasa kesulitan untuk belajar dan mempertahankan keberhasilan akademis mereka sebagai akibat dari semua faktor ini.

Disini ada beberapa solusi yang bisa diambil baik dari sisi individu, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk mengatasi masalah kekerasan seksual. Tindakan berikut ini dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi dampak kekerasan seksual pada peserta didik, yaitu yang pertama, melakukan edukasi dan sosialisasi tentang kekerasan seksual dengan memberikan pemahaman yang baik kepada peserta didik tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap tubuh mereka, maka mereka bisa lebih terlindungi dari potensi kekerasan seksual. Kedua, menyediakan layanan konseling dan dukungan psikologis maka dengan adanya ruang aman untuk berbicara peserta didik bisa lebih muda membuka diri, mencurahkan isi hati atau perasaan mereka, dan mendapatkan dukungan yang diperlukan. Ketiga, meningkatkan kepedulian guru dan orang tua dengan ini, mereka bisa segera memberikan dukungan emosional untuk membantu peserta didik. Keempat, peran masyarakat dalam mencegah kekerasan seksual dengan masyarakat yang tidak diam saja saat melihat atau mendengar tentang kekerasan seksual. Dan yang terakhir, dengan hukum yang jelas dan tegas akan memberikan rasa aman dan kepercayaan diri bagi korban sehingga dapat melapor ke pihak berwajib tanpa rasa takut akan balas dendam dan lain sebagainya. (Nafilatul Ain, Anna Fadilatul Mahmudah, Susanto, & Imron Fauzi, 2022)

Peran orang tua sangat penting dalam perkembangan anak. Hal ini juga berdampak pada pembentukan sikap dan kebiasaan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu hal terpenting yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah memastikan anak mereka dalam keadaan sehat dan tidak terhalang oleh gairah seksual. Menurut Ligina, N.L. (2018), peran orang tua dalam mencegah kekerasan seksual pada anak adalah sebagai panutan, pendidik, pendorong, pengawas, dan komunikator. Upaya pencegahan kekerasan pada anak yang dapat dilakukan oleh seseorang antara lain dengan pemberian pendidikan kekerasan kekerasan seksual, program pendidikan keluarga, pola pengasuhan anak yang baik, mengoptimalkan peran orang tua dan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual. (Solehati et al., 2022)

Kesimpulannya, kekerasan seksual adalah masalah berat yang perlu ditangani secara serius, terutama jika menyangkut pelajar. Selain dampak fisik, kekerasan seksual juga dapat merusak pertumbuhan intelektual, sosial, dan emosional mereka. Trauma kekerasan seksual dapat menghambat kemampuan mereka untuk belajar, menjalin hubungan, dan merasa aman dalam situasi sosial. Namun, ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah ini. Misalnya, dengan menawarkan pendidikan dini tentang pelecehan seksual dan hak-hak tubuh, menawarkan konseling korban, dan membina lingkungan belajar yang mendukung dan aman di sekolah. Agar dapat segera memberikan dukungan yang dibutuhkan, orang tua dan pendidik juga harus lebih sadar akan tanda-tanda trauma yang dialami siswa. Selain itu, masyarakat juga berperan penting dalam menumbuhkan budaya saling menghormati dan mendukung. Teman-teman ingat yah, jangan takut buat bicara atau bertindak kalau kamu tahu ada yang mengalami kekerasan seksual.

Intinya, kita perlu bekerja sama sebagai sebuah tim entah itu dari pihak sekolah, teman, atau masyarakat umum untuk membantu para siswa dalam menghadapi penyakit menular seksual. Dengan menciptakan lingkungan yang aman, kepedulian, dan penuh pengertian, kita dapat membantu mereka tumbuh dan melanjutkan perkembangannya tanpa merasa takut atau malu. Semua ini membutuhkan kerja tim dan kerja sama agar generasi mendatang dapat tumbuh di lingkungan yang sehat dan aman.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Nafilatul Ain, Anna Fadilatul Mahmudah, Susanto, A. M. P., & Imron Fauzi. (2022). Analisis Diagnostik Fenomena Kekerasan Seksual Di Sekolah. Jurnal Pendidikan Dasar Dan Keguruan, 7(2), 49–58. https://doi.org/10.47435/jpdk.v7i2.1318

Ningsih, E. S. B., & Hennyati, S. (2018). Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kabupaten Karawang. Midwife Journal, 4(02), 61. Retrieved from http://jurnal.ibijabar.org/kekerasan-seksual-pada-anak-di-kabupaten-karawang/

Paradiaz, R., & Soponyono, E. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 4(1), 61–72. https://doi.org/10.14710/jphi.v4i1.61-72

Solehati, T., Septiani, R. F., Muliani, R., Nurhasanah, S. A., Afriani, S. N., Nuraini, S., … Mediani, H. S. (2022). Intervensi Bagi Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual Anak di Indonesia: Scoping Review. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 2201–2214. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1914

Sommaliagustina, D., & Sari, D. C. (2018). PSYCHOPOLYTAN (Jurnal Psikologi) KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA, 1(2), 76–85. Retrieved from https://id.m.wikipedia.org/wiki/kekerasan/

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/10/083026620/speak-up-bisa-bantu-korban-pelecehan-seksual-hadapi-masalahnya

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/09/191940620/banyak-korban-pelecehan-seksual-pilih-diam-ini-penjelasan-psikolog

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/09/154117820/hal-yang-harus-dilakukan-ketika-mengalami-pelecehan-seksual

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/09/120951320/mengapa-korban-pelecehan-seksual-butuh-waktu-lama-untuk-speak-up

https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-7643730/guru-smp-di-raja-ampat-nyaris-diperkosa-murid-hingga-trauma

https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-7641060/aksi-bejat-marbot-di-aceh-perkosa-anak-berkebutuhan-khusus-di-masjid

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/03/085216420/kenali-trauma-akibat-pelecehan-seksual-dan-cara-mengatasinya?page=all

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/08/170500423/15-jenis-kekerasan-seksual-menurut-komnas-perempuan

https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/06/193000023/dampak-tanda-dan-pengobatan pada-korban-pelecehan-seksual?page=all