fbpx
Pixabay/Peter H

Fenomena Krisis Air, Sanitasi dan Kebersihan (WASH)

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Semua orang pasti memanfaatkan penggunaan air mulai untuk hal kebersihan sampai sebagai sumber pangan. Tetapi, banyak negara di dunia kesulitan untuk mendapatkan air, terutama di negara-negara berkembang. Contohnya di negara Ethiopia, Papua Nugini, Uganda, Kongo, dan masih banyak negara-negara berkembang lainnya yang mengalami kekurangan air. Tetapi kekurangan air ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang saja, tetapi terjadi juga di negara maju, contohnya di Amerika. Terbatasnya akses air ini disebabkan oleh perubahan iklim yang memberikan efek negatif seperti kekeringan, lalu kekeringan juga diakibatkan oleh kurangnya proses presipitasi atau cairan yang turun dari atmosfer ke permukaan bumi yang berupa air hujan atau salju. Hal ini dapat menyebabkan kelangkaan air bersih yang akan digunakan oleh manusia atau air bersih sebagai pengganti air yang
telah terkontaminasi dan tidak lagi higienis. Selebihnya, air hujan pun harus disterilisasikan terlebih
dahulu jika ingin dikonsumsi sebagai air minum.

Tidak hanya kekeringan yang dapat memperburuk ketersediaan air, bencana alam seperti banjir pun dapat mencemari kualitas air bersih yang telah tersedia di sumur air, kemudian air bersih yang terkontaminasi oleh air banjir memberikan dampak negatif saat dikonsumsi sebagai air minum dan dapat menganggu kesehatan dari mikroorganisme yang hinggap di air seperti bakteri, limbah pertanian
dan limbah industri, bahan kimia dan zat-zat lain yang dapat mengarah kepada penyakit serius. Penyakit-penyakit yang disebabkan dari mengonsumi air yang tidak layak ini dapat menimbulkan terganggunya aktivitas untuk menunjang masa depan para anak kecil dan anak muda seperti kegiatan sekolah atau mengarah kepada kemiskinan karena terganggunya pekerjaan yang bertujuan untuk menunjang kehidupan dan lebih mengerikan lagi dapat menyebabkan kematian.

Disaat kita menggunakan banyak air bersih bahkan membuang air bersih untuk hal-hal yang tidak diperlukan, tanpa disadari banyak orang-orang di berbagai negara di dunia mengalami krisis air, mau itu air bersih ataupun kelangkaan jumlah air. Di tahun 2017, sebanyak 673 juta orang mempraktikan Open Defecation atau buang air besar di sembarang tempat karena sulitnya air yang didapatkan. Peristiwa ini berdampak pada sanitasi yang dimiliki oleh para masyarakat yang terkena dampak tersebut karena tidak higienisnya lingkungan sekitar tempat tinggal. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia telah mempraktekan Open Defecation, contohnya seperti di daerah Kuningan. Dalam mengatasi hal ini dan meningkatkan sanitasi serta agar terciptanya lingkungan yang sehat, contohnya di kabupaten Kuningan, telah mendlekarasikan Open Defecation Free atau program untuk stop buang air besar di sembarang
tempat. Program ini juga ditujukan sebagai alternatif pencegahan menularnya virus Covid-19 yang sedang marak di Indonesia sejak bulan Maret tahun 2020 silam.

Di masa pandemi Covid-19, kurangnya air dan sanitasi yang layak menjadi masalah yang semakin besar dalam aspek kesehatan. Saat dimana seharusnya semua orang memanfaatkan air dalam tujuan
mencegah penularan virus Covid-19, di beberapa negara tidak mendapatkan akses di 2 hal utama tersebut dalam rangka mencuci tangan menggunakan air dan sabun. Sedangkan untuk kaum wanita, kurangnya kesediaan air dan sanitasi membawa mereka pada risiko kekerasan berbasis gender dan membahayakan kesehatan seksual dan reproduksi mereka.

Kekurangan air berdampak kepada setidaknya 40% dari populasi di dunia dan telah diprediksi bahwa sekitar 700 juta orang di dunia berisiko menjadi pengungsi akibat fenomena ini pada tahun 2030. Apabila makin menaiknya populasi di dunia yang mengalami kekurangan air dan sanitasi, maka makin menaik angka pada isu-isu SDG lainnya seperti Kemiskinan (SDG no. 1), Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (SDG no. 3), Pendidikan Berkualitas (SDG no. 4), Kesetaraan Gender (SDG no. 5), dan Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak (SDG no. 8). Karena pastinya, isu air bersih dan sanitasi berkaitan serta berdampak kepada isu-isu SDG lain yang telah disebutkan.

Pada tanggal 28 Juli 2010, akses air bersih dan sanitasi diakui sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Majelis Umum PBB. Dalam hal ini sangat jelas bahwa air bersih dan sanitasi yang layak merupakan
hak yang harus dimiliki semua orang di dunia sedari lahir. Dalam merealisasikan hak-hak semua manusia seperti hak akses air bersih dan sanitasi, telah banyak para aktivis dan organisasi di bawah non-
pemerintahan yang ikul andil dengan mengimplimentasikan program-program yang mereka bangun. Contohnya yang dilakukan oleh salah satu aktivis dunia dari Kanada yaitu Ryan Hreljac. Ryan Hreljac telah mengubah hidup banyak orang di Afrika dengan inisiatifnya untuk menolong orang-orang yang mengalami kesusahan dalam mendapatkan atau mengakses air bersih di kehidupan sehari-hari mereka. Inisiatif ini muncul ketika Hreljac berusia 6 tahun pada tahun 1996, dimana salah satu guru di sekolahnya sedang menceritakan bagaimana sulitnya masyarakat di negara-negara berkembang untuk mendapatkan air bersih dengan harus berjalan sampai berkilo-kilo meter jauhnya. Dari cerita itu,
Hreljac pun tergerak untuk membantu orang-orang yang terdampak dengan membangun sumur dan membuat perubahan. Sekarang, Hreljac memiliki program amal yang terkenal dengan Ryan’s Well Foundation untuk membangun pelayanan air bersih dan sanitasi, dan memberikan pelatihan mengenai WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) kepada kemitraan dengan organisasi lokal, non-pemerintah dan berbasis masyarakat di negara-negara berkembang serta terus mengangkat isu air dan sanitasi kepada dunia agar dapat memberikan motivasi untuk melakukan perubahan seperti yang ia lakukan.

Lain halnya dengan Georgie Badiel, seorang model, penulis dan aktivis asal Burkina Faso, Afrika Barat yang sekarang menetap di New York. Masa kecil Georgie seringkali dihabiskan dengan mengambil air
di pagi hari bersama nenek dan sepupu-sepupu perempuannya yang memakan waktu 3 jam lamanya untuk mengisi tong air yang mereka bawa. Lalu, dalam lingkungan dimana Georgie tumbuh, mengambil
air adalah hal yang lumrah dan merupakan misi yang diperuntukan kepada para perempuan dan wanita. Setelah mendapatkan banyak pencapaian dan penghargaan di dunia modeling, Georgie pun memanfaatkan platformnya untuk membantu mengatasi masalah kurangnya air minum di tanah airnya, di Afrika Barat. Di tahun 2016 dan 2019, Georgie menggunakan cara lain dalam mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu air bersih melalui 2 cerita anak yang ia buat: The Water Princess dan Water Is Here dan mencapai suksesnya. Misi Georgie dalam memperjuangi isu air bersih pun tidak sampai situ. Pada tahun 2015 silam, ia membangun sebuah yayasan bernama Georgie Badiel Foundation yang telah menyediakan lebih dari 270.000 orang untuk dapat mengakses air bersih dan air yang dapat diminum.

Setiap orang memiliki latar belakang cerita unik dan berbeda namun masih dalam tujuan yang sama dalam melakukan perubahan. Dari cerita-cerita para aktivis dalam kontribusi mereka untuk memerangi isu SDG nomor 6 ini, membuat saya sangat termotivasi untuk mempunyai keinginan dalam melakukan hal-hal serupa. Saya yakin tidak sedikit masyarakat yang telah sadar akan isu air bersih dan sanitasi layak ini, seringkali banyak yang tidak tahu pula untuk memulai dari mana untuk membantu mengatasi permasalahan ini, termasuk saya pribadi, di awal saat saya baru mengetahui isu tersebut. Setelah melakukan cukup banyak riset tentang isu ini, saya sadar bahwa semuanya harus dilakukan perlahan, butuh proses dan dapat dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana, mulai dari mengedukasi diri serta orang lain mengenai isu tersebut, selalu merasa bersyukut atas apa yang dimiliki lalu melakukan
penghematan air dalam penggunaanya atau memberikan donasi kepada organisasi dan yayasan yang menangani langsung masalah tersebut.