Arianti Nurrachma Freelancer 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More PEMBERITAAN MEDIA SAAT INI Akhir-akhir ini banyak sekali berita tentang kekerasan terhadap perempuan. Hal yang membuat saya sedih saat mengetahui berita tersebut adalah kekerasan terjadi ditempat yang seharusnya aman bagi perempuan. Mulai dari kampus, pondok pesantren hingga rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, justru menjadi tempat yang tidak aman lagi bagi perempuan. Lalu, dimana ruang aman bagi perempuan?. Saya rasa bukan dimana perempuan merasa aman namun bersama siapa perempuan bisa merasa aman. TIDAK MENORMALISASI HAL YANG TIDAK RELEVAN Tidak semua budaya zaman dulu harus selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semestinya mengikuti dinamisme perkembangan zaman. Seperti halnya memaklumi bahwa “Laki-laki wajar jika memiliki nafsu terhadap perempuan” atau pemikiran “Pasti perempuan yang menggoda terlebih dahulu akhirnya membuat laki-laki nafsu terhadap perempuan tersebut” atau bahkan “Pakaian perempuannya mungkin terbuka, kucing kalau dikasih ikan pastilah mau”. Padahal laki-laki juga memiliki kontrol diri terhadap nafsunya, tidak semua perempuan genit atau nakal yang menjadi korban, bahkan ada yang latar belakangnya baik, tidak mengganggu juga sopan, dan tidak semua karena baju yang dikenakan karena ada kasus santri yang ada dipesantren pun bisa menjadi korban pemerkosaan. SOLUSIÂ Menurut saya hal awal yang bisa dilakukan untuk membuat ruang aman bagi perempuan adalah pendidikan karakter sejak awal. Jika anak perempuan diajari untuk menjaga dirinya maka anak laki-laki juga harus diedukasi bahwa nafsu bisa dikontrol, beri pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan juga manusia bukan objek untuk yang bisa diperlakukan semaunya. Saling menghargai dan menjaga satu sama lain. Saya rasa jika laki-laki dan perempuan paham dan menerapkan hal ini, kemanapun perempuan pergi tidak merasa khawatir. Diawali dengan menerapkan di lingkungan keluarga, sekolah dan sekitar terlebih dahulu. Namun jika menerapkan solusi awal dirasa lama, kemudian terjadi kasus kekerasan, pelecehan, bahkan pemerkosaan maka memanfaatkan sosial media untuk pelaporan tentang kekerasan, pelecehan bahkan pemerkosaan bisa dilakukan dan menurut saya hal ini cukup efektif di Indonesia. Jika saya perhatikan akhir-akhir ini di Indonesia kasus kasus kekerasan, pelecehan, bahkan pemerkosaan saat kasus tersebut viral dan menarik perhatian netizen, lebih cepat diusut dan ditangani. Bukan menganggap orang-orang yang bertindak menangani kasus tersebut lambat dalam penanganan, namun saat kasus tersebut viral seperti ada dorongan yang menuntut untuk cepat diselesaikan. Sekian opini saya tentang ruang aman terhadap perempuan. HUKUMAN BAGI PELAKU Jika sudah terlanjur terjadi tidak kekerasan, pelecehan, bahkan pemerkosaan, masyarakat juga bisa ikut berperan dalam memberi sanksi sosial dengan cara share seperti apa pelaku ke media sosial agar masyarakat tau. Mungkin ini nampak kejam karena jejak digital namun ini bisa memberi efek jera kepada pelaku dan memberikan pelajaran kepada masyarakat bahwa tidak hanya penyelesaian secara hukum namun juga harus berpikir sanksi sosial yang akan diterima. Karena pelaku kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja maka, perusahaan atau bagian penerimaan pegawai lebih menyeleksi pelamar kerja. Jika yang melamar memiliki riwayat kejahatan kekerasan, pelecehan, bahkan pemerkosaan, lebih baik dipertimbangkan untuk tidak diterima. Hal ini bisa membuat orang berpikir kembali saat akan melakukan kejahatan karena karir masa depannya tergantung dari perbuatannya.