Melisa Nirmala Dewi 0shares Menyusun Arah Kedaulatan Pangan yang Berkelanjutan dan Berakar pada Budaya Lokal Read More Ketika mendengar kata sampah, hal pertama yang pasti ada di pikiran biasanya berkaitan dengan benda-benda yang tidak lagi bisa digunakan, bau busuk, timbunan, atau sisa-sisa dari benda yang telah digunakan. Anggapan tersebut tentu tidak salah, sebab dalam kehidupan sehari-hati kita sering melihat dan memperlakukan sampah dengan anggapan demikian. Tapi, bukan berarti sampah tidak memiliki nilai guna yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Di era yang menempatkan kita pada kondisi dimana timbunan sampah telah menyumbang dampak signifikan terhadap kerusakan ekosistem dan perubahan lingkungan, inilah saatnya untuk kemudian melihat potensi nilai dan manfaat dari sampah ketika didaur ulang. Bisa saja sampah yang selama ini hanya kita biarkan berakhir di tempat sampah, ternyata bisa menjadi senjata pelindung di kehidupan kita seperti yang dirasakan oleh Kosuke Ueki, tokoh utama dalam serial anime Law of Ueki. Dalam anime Law of Ueki yang menceritakan bagaimana sekelompok pemuda memiliki kekuatan misterius dari seorang Raja yang dapat digunakan untuk menyerang atau melindungi diri, sang tokoh utama yang bernama Kosuke Ueki dianugerahi kekuatan khusus yang mampu mengubah sampah menjadi pohon. Kekuatan tersebut juga didukung dengan kebiasaan Ueki yang suka membersihkan sampah-sampah di jalanan kota atau menanam pohon di taman sekitar lingkungan rumah dan sekolahnya. Tentunya kekuatan yang Ueki miliki untuk mengubah sampah menjadi pohon ini memberikan banyak keuntungan dan manfaat untuk dirinya. Mulai dari membantu temannya yang sedang berada dalam bahaya atau melindungi dirinya dari serangan musuh. Hebat sekali, bukan? Biasanya kita sering berandai-andai ketika menonton serial anime atau film untuk memiliki superpower yang sama dengan tokoh utama, tapi khusus kekuatan Ueki ini, kita juga bisa merealisasikannya di dunia nyata, lho! Yup, konsep mengubah sampah menjadi pohon adalah hal yang bukan mustahil, terutama kalau kita bisa memanfaatkan sisa dari sampah organik untuk diolah kembali menjadi output yang bermanfaat bagi lingkungan. Sampah organik sendiri memiliki definisi segala benda yang dapat terurai secara hayati dan berasal dari hewan dan tumbuhan. Contoh benda-benda yang termasuk dalam sampah organik adalah bekas sisa makanan, limbah kayu, kertas, dan dedaunan. Saat di bangku sekolah dasar kita telah diberi pemahaman tentang bagaimana sampah organik termasuk sampah yang mudah terurai. Tapi, sifat sampah organik yang mudah terurai dan cepat membusuk tersebut bukan berarti tidak menimbulkan masalah apabila dibiarkan ditimbun tanpa penanganan yang tepat. Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2016, sampah organik di Indonesia mendominasi jumlah sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yakni sebesar 57%. Disusul dengan jenis sampah lain seperti sampah plastik sebesar 16% dan sampah logam sebesar 17%. Jumlah timbunan sampah tersebut tentu akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin berkembangnya aktivitas ekonomi. Masalah yang ditimbulkan apabila kita tidak mencari penanganan yang tepat terhadap sampah organik juga bisa berakibat fatal. Melansir dari Waste4Change, sampah organik yang dibiarkan menimbun di TPA bersama sampah anorganik lainnya berpotensi menghasilkan gas metana (CH4) yang apabila dibiarkan lepas di udara dapat menipiskan lapisan ozon. Menipisnya lapisan ozon dapat meningkatkan jumlah radiasi matahari masuk ke bumi yang dapat membahayakan kondisi makhluk hidup dan lingkungan. Bencana terkait penimbunan sampah organik ini, juga pernah terjadi di TPA Leuwigajah yang terletak di Bandung. Pada tahun 2005, terjadi ledakan besar yang berasal dari TPA Leuwigajah akibat produksi gas metana dari tumpukan sampah organik yang bercampur dengan sampah anorganik. Tragedi tersebut berhasil memberikan pukulan peringatan bagi kita bahwa permasalahan sampah dapat menjadi bencana yang membahayakan nyawa, sehingga sudah saatnya untuk kita turun tangan memberi solusi yang nyata. Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab, pengolahan sampah organik secara berkelanjutan dapat menjadi salah satu langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas ini bisa kita mulai dari rumah dengan melakukan pemilahan sampah secara teratur. Dari pemilahan tersebut tidak serta merta langsung kita kirimkan ke TPA, namun diolah terlebih dahulu untuk dimanfaatkan menjadi barang pendukung yang bermanfaat di kehidupan sehari. Salah satu pengolahan sampah organik yang dapat dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi cairan eco-enzyme yang bahan-bahannya dapat diperoleh dari sampah rumah tangga sehari-hari. Larutan zat organik kompleks dari hasil fermentasi gula, air, dan sampah organik ini memiliki segudang manfaat yang dapat menunjang kebutuhan rumah tangga. Mulai dari dimanfaatkan sebagai antiseptik, air purifier, sabun serbaguna untuk cuci piring atau sabun lantai, hingga sebagai pupuk tanaman yang dapat membantu menyuburkan tanah dan menghilangkan hama. Dari segudang manfaat eco-enzyme yang berasal dari sampah organik tersebut, kita dapat melihat kesamaan manfaat sampah dengan yang dilakukan Ueki melalui kekuatannya. Apabila Ueki bisa mengubah sampah secara instan untuk dijadikan pohon, maka kita juga bisa mengubah sampah menjadi eco-enzyme yang dapat dimanfaatkan untuk membantu menyuburkan tanah sehingga bisa mempercepat proses pertumbuhan tanaman atau pohon yang kita tanam. Apabila dilakukan secara berkelanjutan dari lingkup rumah tangga, maka kita telah bersama-sama membantu menjalankan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 12 dalam hal produksi limbah melalui aktivitas daur ulang dan penggunaan kembali. Tentunya aktivitas dan niat baik yang dimulai dari lingkup kecil dapat dibawa pada lingkup yang besar dengan mulai melakukan pembiasaan daur ulang sampah organik di level komunitas. Meningkatkan kesadaran dan keterlibatan anak-anak muda dalam komunitas dapat menjadi langkah signifikan untuk membiasakan pengolahan sampah organik. Kita telah terbiasa menemukan komunitas-komunitas yang berfokus pada pengolahan sampah anorganik, maka sudah saatnya untuk komunitas anak muda mulai menggalakkan fokus pada pemilahan dan pengolahan sampah organik. Aktivitas pertama yang dapat dilakukan tentunya dengan melakukan edukasi di media sosial diikuti dengan awareness untuk mulai mengolah sampah organik menjadi eco-enzyme yang dapat memberikan banyak manfaat baik bagi lingkungan. Dari langkah kecil tersebut, maka dapat diperluas dengan melakukan gerakan bebas sampah organik melalui pembukaan local chapters di setiap daerah Indonesia untuk melibatkan anak-anak muda dari berbagai daerah untuk membuka diri terhadap manfaat baik dan menumbuhkan tanggung jawab bersama untuk melakukan pengolahan sampah organik. Tentunya pengelolaan sampah organik dari tingkat akar rumput tersebut, tidak akan berjalan maksimal tanpa adanya dukungan dari pemerintah atau regulasi di daerah setempat. Diperlukan penegasan lebih lanjut terkait kewajiban dalam edukasi pengolahan sampah secara komprehensif yang dilakukan di tingkat sekolah, komunitas, hingga ke sektor formal maupun industri. Usaha pengurangan dan pengolahan sampah di Indonesia akan berjalan maksimal apabila seluruh elemen dari stakeholder terlibat dalam implementasinya. Selain untuk mendukung upaya konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, pengelolaan sampah yang bertanggung jawab juga dapat mewujudkan keselamatan bagi ekosistem darat maupun di lautan. Dari pengelolaan sampah, kita turut mewujudkan senjata pelindung bagi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 14 dan 15 mengenai Menjaga Ekosistem Laut dan Menjaga Ekosistem Darat. Adanya kesinambungan ini tentu dapat diwujudkan dengan aktivitas pengolahan sampah yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Mari kita lakukan pembiasaan pengolahan sampah sebagai senjata pelindung bagi kehidupan makhluk hidup yang dimulai dari diri sendiri. Selamat memilah dan mengolah sampah untuk hidup yang lebih ramah!