Global FutureX Coalition of Changemakers 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Krisis yang dihadapi oleh dunia tidak berhenti pada pandemi COVID-19. Salah satu krisis yang terus menghantui dan mengancam eksistensi manusia adalah krisis pangan. Krisis pangan diakibatkan oleh berbagai faktor – mulai dari faktor lingkungan, aksesibilitas, rantai pasok, hingga kualitas nutrisi. Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi krisis pangan yang tinggi. Krisis pangan mengakibatkan 9,1 juta orang Indonesia mengalami kelaparan kronis merujuk pada laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) tahun 2020. Laporan ini memperlihatkan ancaman krisis pangan nyata yang terjadi di Indonesia. Akses terhadap pangan yang cukup dan berkualitas merupakan sebuah hak dasar manusia. Namun, hak tersebut tidak selalu terjamin bagi sebagian masyarakat Indonesia. Masyarakat adat, perempuan, pedesaan maupun kelompok berkategori ekonomi menengah hingga rendah seringkali mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka. Keterbatasan tersebut muncul dari kendala akses terhadap bahan baku, keterbatasan lahan produksi, dan pasar yang adil. Di sinilah peran gerakan grassroots atau akar rumput dalam memperjuangkan hak atas pangan menjadi sangat penting. Gerakan yang diinisiasi oleh berbagai kelompok masyarakat lintas generasi maupun sektoral dapat menjadi solusi bagi krisis yang terjadi. Kelompok grassroots memposisikan diri sebagai inisiator dalam memperjuangkan hak-hak dasar atas pangan lewat reformasi agraria, perencanaan dan pemetaan partisipatif, advokasi kebijakan, dan pemberdayaan kapasitas. Salah satu contoh gerakan grassroots yang bergerak di sektor keadilan pangan adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah organisasi yang mewakili kepentingan masyarakat adat di Indonesia. Dalam sektor pangan, AMAN bergerak melalui berbagai aktivitas seperti advokasi hak atas kepemilikan tanah dan sumber daya alam bagi masyarakat adat, dan memperjuangkan akses terhadap pangan lokal yang beragam dan berkualitas. Inisiatif tersebut turut mendorong pembentukan komunitas pertanian, pembenahan pasar lokal, dan pengolahan makanan tradisional di berbagai tempat. Lewat inisiatif tersebut juga AMAN telah membantu upaya masyarakat adat memperkuat kedaulatan pangan dan mempromosikan kelestarian ekologis. Contoh lain dari peran gerakan grassroot yang mendukung perjuangan hak atas pangan dapat dilihat dari inisiatif Desa Berdaya di Bali. Kelompok perempuan menginisiasi sebuah gerakan yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan gender dalam distribusi pangan dan meningkatkan akses terhadap sumber daya pangan. Sama halnya dengan AMAN, gerakan ini mendukung terciptanya kemandirian ekonomi dan sosial kelompok-kelompok masyarakat pedesaan yang termarjinalisasi pada sektor pangan. Ketimpangan terhadap akses pangan yang adil dan inklusif merupakan sebuah tantangan bersama yang perlu dihadapi. Terdapat empat indikator utama yang digunakan untuk menilai sistem pangan, yakni Keterjangkauan (Affordability), Ketersediaan (Availability), Kualitas dan Keamanan (Quality and Safety), serta Keberlanjutan dan Adaptasi (Sustainability and Adaptation). Keempat indikator ini merepresentasikan hak atas pangan yang harus dipenuhi seluruh masyarakat. Meskipun sistem pangan Indonesia berada pada peringkat 62 menurut Global Food Security Index 2022 (Country report: Indonesia), akan tetapi terdapat stagnasi dalam perbaikan tiga indikator lainnya. Akses terhadap pasokan pangan yang berkualitas dan memadai masih menjadi salah satu sektor yang belum mencapai target pemerintah saat ini. Selain itu, keberlanjutan sistem pangan terhadap ancaman seperti perubahan iklim juga belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Perbaikan sistem pangan di Indonesia terhambat oleh ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya produksi seperti lahan, infrastruktur, dan finansial. Akses ini masih didominasi oleh sekelompok kecil yang memiliki pengaruh ekonomi dan politik di berbagai tingkatan. Dominasi ini menyebabkan distribusi sumber daya pangan yang tidak merata dan tidak dapat mencapai kelompok-kelompok kecil dan terpinggirkan secara menyeluruh. Akibatnya, ketimpangan dalam sistem pangan di Indonesia menjadi nyata. Membangun Kolaborasi Transformasi Sistem Pangan Tanggung jawab terhadap permasalahan pangan bukanlah hanya milik sekelompok orang, melainkan menjadi tanggung jawab bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan kelompok grassroots. Semangat yang diperlihatkan oleh kelompok-kelompok seperti AMAN dan Desa Berdaya di Bali dalam mewujudkan keadilan hak atas pangan membutuhkan dukungan dari sektor lainnya. Dukungan dari pemerintah dan sektor swasta menjadi sangat penting, terutama dalam merumuskan kebijakan yang mendukung hak atas pangan dan mendorong sistem pangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah dapat memberikan prioritas pada reforma agraria dan melakukan investasi hijau pada sektor pertanian berskala kecil. Kebijakan ini akan mendorong peningkatan produksi di masyarakat pedesaan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Di sisi lain, masyarakat juga perlu mendapatkan akses terhadap sumber daya pangan yang selama ini dikendalikan oleh sekelompok tertentu. Sejalan dengan hal itu, sektor swasta juga dapat memainkan peran yang signifikan melalui program-program yang memperkuat jaringan usaha kecil dan mikro serta mengembangkan pasar pangan lokal yang kuat. Peran ini akan membantu mengurangi ketergantungan pada produk impor dan menciptakan sistem pangan domestik yang terintegrasi di antara berbagai pemangku kepentingan. Sebagai konsumen, kita juga memiliki peran aktif dalam mempromosikan produk pangan berkualitas dan mendukung produk organik dan lokal. Peran lain yang bisa dilakukan ialah mendorong terbentuknya skema kerjasama Private/Public-Community Partnership (PCPs), yakni sebuah skema dimana komunitas grassroots menjadi kolaborator program bagi sektor publik dan swasta. Komunitas grassroots tidak hanya menjadi objek dari suatu aktivitas akan tetapi ikut serta dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program. PCPs menjadi representasi SDGs nomor 17 yang mendorong kerjasama atau kolaborasi untuk mencapai poin-poin SDGs lainnya. Dalam hal ini PCPs dapat dijadikan sebagai sebuah cara atau platform mewujudkan sistem pangan bagi semua. Gerakan grassroots memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak atas pangan dan keadilan pangan bagi masyarakat yang terpinggirkan. Namun, dukungan dari pemerintah dan sektor swasta juga sangat penting dalam menciptakan sistem pangan yang adil, berkelanjutan, dan inklusif. Semangat kolaborasi lintas sektoral dan generasi perlu didorong sebagai motor yang mendukung gerakan grassroots dan mempromosikan sistem pangan yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif untuk seluruh masyarakat Indonesia. Artikel ini ditulis oleh Leody Sarmanela, Program Manager di Pijar Foundation dan Founder Garuda Satria Academy. Leody merupakan praktisi di sektor pendidikan yang memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun di dunia pendidikan dan pernah bekerja di edTech. — Sumber Profil Aliansi Masyarakat Adat Nusantara https://www.aman.or.id/profile-kami Global Food Security Index 2022 Country Report: Indonesia https://impact.economist.com/sustainability/project/food-security-index/reports/Economist_Impact_GFSI_2022_Indonesia_country_report_Sep_2022.pdf https://dataindonesia.id/varia/detail/indeks-ketahanan-pangan-nasional-meningkat-pada-2022 RPJMN Indonesia 2020-2024
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More