fbpx
canva

Transformasi Pembelajaran Berbasis STEM sebagai Antisipasi Fenomena Bias Keahlian Guna Mempersiapkan Pemimpin Masa Depan

Sebagai salah satu negara yang memiliki populasi penduduk terbanyak di dunia, Indonesia menempati posisi tertinggi keempat dengan jumlah penduduk mencapai 277,7 juta jiwa hingga pada pertengahan tahun 2023. Para ahli memproyeksikan bahwa jumlah penduduk tersebut akan terus bertambah hingga mencapai 297 juta jiwa pada tahun 2030 sampai dengan tahun 2040. Dalam kurun waktu tersebut, proporsi usia produktif diprediksi akan mencapai sekitar 190 juta jiwa atau 64% dari total jumlah penduduk saat itu. Lantas, sudah seberapa jauh persiapan kita dalam menghadapi momentum langka tersebut?

Relevansi Bonus Demografi dengan Persoalan Ketenagakerjaan

Lebih dari sekadar fenomena statistik, perubahan struktur penduduk merupakan bagian dari proses transisi demografi yang mungkin terjadi pada sebuah negara. Pada titik puncaknya, momen ini akan menyebabkan penurunan angka kelahiran dan kematian sehingga terjadi penurunan jumlah penduduk usia 15 tahun ke bawah. Akibatnya rasio penduduk usia produktif (15-64 tahun) menjadi lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia nonproduktif (65 tahun ke atas).

Kondisi langka yang seringkali disebut sebagai bonus demografi tersebut, seiring berjalannya waktu akan menjadi persoalan topikal terkait ketenagakerjaan. Oleh karenanya, kondisi tersebut akan membawa peluang sekaligus tantangan bagi negara yang mengalaminya. Adanya sumber daya manusia yang melimpah akan membawa peluang untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, bisnis, dan industri sehingga dengan sendirinya akan mendorong percepatan pembangunan. Di sisi lain, tantangan yang akan dihadapi adalah penyediaan akses dan lapangan kerja yang luas dan merata diikuti dengan penyiapan sumber daya manusia yang mumpuni dalam menghadapi revolusi industri yang semakin mengarah pada digitalisasi dan pemanfaatan teknologi.

Pada sisi yang lain, perubahan struktur ekonomi yang diiringi oleh pemutakhiran teknologi sering kali mengakibatkan perubahan besar dan fundamental yang menggantikan cara-cara lama. Disrupsi semacam ini tidak hanya mengubah tatanan yang sudah ada, melainkan juga mengusung cara-cara baru dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mulai dari berkomunikasi, berbisnis, hingga bekerja. Kaitannya dengan ketenagakerjaan, hal ini berpotensi melahirkan fenomena baru yang disebut skill biased (bias keahlian).

Fenomena bias keahlian dapat dipahami sebagai pergeseran dalam proses produksi yang lebih mengutamakan tenaga kerja terampil daripada tenaga kerja yang kurang terampil. Pada umumnya perubahan ini dipandang sebagai faktor yang netral, akan tetapi pada akhirnya akan nampak seperti adanya pergesekan antara tingkat pendidikan dengan tingkat perubahan teknologi itu sendiri. Tingkat pendidikan yang dianggap kurang mampu mengimbangi pesatnya perubahan teknologi berimplikasi pada rendahnya jumlah lulusan yang mampu memenuhi kebutuhan bursa tenaga kerja. Konsekuensinya, pasar kerja hanya akan menyerap pekerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi. Sementara pekerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang rendah berpotensi kehilangan pekerjaannya atau mendapatkan upah yang relatif rendah. Pada gilirannya, hal ini justru akan memperlebar ketimpangan distribusi pendapatan di antara para pekerja.

Berdasarkan uraian di atas, artikel ini akan membahas tentang relevansi tujuan pembangunan berkelanjutan 8 dengan tujuan pembangunan berkelanjutan 4 dan 9, yaitu pekerjaan yang layak akan mendorong peningkatan kualitas pendidikan secara merata bagi semua orang sebagai bekal pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja di masa mendatang. Hingga akhirnya akan menghasilkan tenaga kerja yang lebih terampil dan melek teknologi yang mampu melahirkan berbagai inovasi yang mengarah pada kesejahteraan bersama.

Pendidikan dan Pelatihan berbasis STEM sebagai Proses Penyiapan dan Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia

Employability merupakan salah satu hal yang menjadi persoalan terkait ketenagakerjaan. Bukan hanya sekadar kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan juga sebagai rangkaian proses yang dilakukan oleh seseorang dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilannya melalui proses belajar secara terus menerus. Dengan demikian, peningkatan kemampuan kerja sangatlah penting untuk mencapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. 

Persoalan di atas menjadi hal krusial terutama bagi kelompok yang akan menghadapi tantangan pasar kerja, seperti kaum muda yang sedang dalam masa transisi pendidikan menuju dunia kerja. Kelompok tersebut merupakan modal utama bagi suatu negara yang secara optimal memanfaatkan bonus demografinya karena sebagian besar kondisi perekonomian suatu negara akan bergantung pada mereka.

Meskipun demikian, bukan tidak mungkin apabila terdapat pemuda usia produktif yang enggan bekerja atau enggan meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan ataupun pelatihan kerja. Mereka itu termasuk dalam kelompok NEET atau Not in Employment, Education, or Training. Kelompok NEET ini bisa jadi menjadi bom waktu karena mereka tidak hanya menjadi beban di lingkungan sosial, melainkan juga ancaman bagi stabilitas dan keberlangsungan hidup suatu negara. Meskipun NEET boleh jadi merupakan indikator yang relatif baru dalam diskursus ketenagakerjaan, akan tetapi kemunculannya justru mendorong masyarakat untuk melihat dari perspektif yang lebih koheren dalam menyikapi persoalan terkini yang dialami kaum muda.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi terjadinya bias keahlian maupun fenomena NEET, seorang individu perlu memiliki jiwa yang kompetitif. Dalam proses tersebut, pendekatan yang tepat sasaran untuk meningkatkan kemampuan kerja pada kelompok tersebut menjadi stimulan yang sangat penting bagi pembuat kebijakan. Salah satu syarat mendasar yang perlu diterapkan adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan serta keterampilan agar lebih dapat mengimbangi kebutuhan pasar kerja yang selaras dengan perkembangan teknologi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu instusi pendidikan formal dan non formal yang terkoneksi dan terintegrasi satu sama lain, terutama dengan bursa ketenagakerjaan maupun pemilik modal.

Saat ini, banyak muncul institusi yang menyediakan berbagai jenis pendidikan formal dan non formal termasuk juga pelatihan, baik itu secara luring maupun daring, berbayar maupun gratis. Sebut saja program Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada di hampir setiap wilayah kabupaten/kota, Skillhub oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Digitalent dari Kementerian Informasi dan Komunikasi, program kampus merdeka belajar dan kartu prakerja yang bermitra dengan berbagai institusi negara, maupun swasta, dan masih banyak lainnya. 

Akses pendidikan dan pelatihan yang demikian mudah, seharusnya menjadi gerbang yang megah sebelum memasuki pelataran pasar tenaga kerja yang luas hingga akhirnya berhasil menduduki singgasana kesejahteraan jangka panjang. Namun ternyata, itu saja tidak cukup. Bursa kerja di masa mendatang memerlukan ketrampilan-ketrampilan abad 21 yang tidak hanya fasih menggunakan teknologi terkini, melainkan juga kemampuan dalam mengelola diri, seperti berpikir kritis dan analitis, kreatif, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, keterampilan teknologi, bahkan merangkul perubahan. Oleh sebab itu, perlu adanya pendekatan khusus yang mengintegrasikan hard skill dan soft skill tersebut dalam proses penyiapan dan peningkatan mutu sumber daya manusia.

Dengan memandang jauh ke depan, sudah saatnya metode pembelajaraan tekstual bergeser ke arah yang lebih kontekstual, salah satunya dengan menerapkan pendekatan berbasis Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM). Sebagaimana namanya, STEM merupakan pendekatan yang mengintegrasikan sains, teknologi, teknik, dan matematika ke dalam proses pembelajaran yang berfokus pada pemecahan masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan profesional. Dengan kata lain, pembelajaran berbasis STEM merupakan proses yang mengajarkan seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan sains sebagai dasar observasi maupun uji coba; menggunakan matematika sebagai dasar penelitian yang sistematis; serta menggunakan teknik yang dikuasai pada saat memanfaatkan teknologi sebagai sarana yang tersedia.

Agar STEM dapat berjalan lancar, butuh setidaknya empat aspek penting sebagai koridor pengimplementasiannya, yaitu support; teaching; efficacy; dan materials. Berangkat dari aspek support yang berkaitan dengan berbagai kegiatan yang mendukung dalam menerapkan pembelajaran STEM, para pihak dapat ikut serta dalam pelatihan yang relevan, berkolaborasi dengan sekolah lain, universitas atau industri, serta adanya kesempatan untuk berkolaborasi bagi sesama pendidik yang berada di satu sekolah yang sama. Aspek teaching, menitikberatkan pada penguasaan pembelajaran dan implementasi pembelajaran di kelas. Sementara aspek efficacy, erat kaitannya dengan kepercayaan diri pendidik pada saat mengimplementasikan pembelajaran STEM, termasuk tingkat penguasaan materi pembelajaran dan komitmennya untuk melaksanakan pembelajaran. Terakhir adalah aspek materials yang berkaitan dengan kesiapan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran.

Keempat aspek penting dalam pengimplementasian STEM tersebut harus saling bertaut dan melengkapi satu sama lain agar peserta didik mampu memecahkan suatu permasalahan dengan cara yang kontekstual sehingga menjadi insan yang memiliki daya juang yang tinggi dan mampu beradaptasi dalam segala situasi.

Kesimpulan

Sebelum sampai pada tahun 2030, pengelolaan SDM dan ketenagakerjaan yang berorientasi ke masa depan menjadi hal yang sangat krusial bagi Indonesia. Mengingat dalam kurun waktu tersebut, pesatnya perkembangan teknologi, munculnya revolusi industri 4.0, dan datangnya generasi baru di pasar tenaga kerja akan semakin menambah dinamika di area ini. Persoalan tersebut erat kaitannya dengan relevansi tujuan pembangunan berkelanjutan poin 8, 4, dan 9. Oleh sebab itu, untuk mencapai keberlangsungan hidup yang berkelanjutan sebagaimana yang dicita-citakan, maka pendekatan yang tepat sasaran menjadi langkah yang paling tepat untuk mengatasi persoalan ini.

Dalam tataran praktis, pembelajaran berbasis STEM merupakan solusi yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan kerja kaum muda yang dalam masa transisi memasuki dunia kerja. Hal ini menjadi penting karena STEM menggunakan pendekatan kontekstual yang mengintegrasikan hard skill dan soft skill yang penting dalam proses penyiapan dan peningkatan mutu sumber daya manusia agar sesuai dengan bursa tenaga kerja. Dengan demikian, dalam koridor konsep kebelanjutan sebagaimana yang dicita-citakan, maka tidak akan ada lagi pekerjaan seumur hidup, melainkan kesempatan kerja seumur hidup.

Referensi

Kementerian Ketenagakerjaan. Menghadapi Fenomena NEET: Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia. (Jakarta: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan).

Schmitt, John, Heidi Shierholz, and Lawrence Mishel. (2013). Don’t Blame the Robots: Assessing the Job Polarization Explanation of Growing Wage Inequality, Economic Policy Institute. https://www.epi.org/publication/technology-inequality-dont-blame-the-robots/#epi-toc-17

Fathoni, dkk. (2020). “STEM: Inovasi dalam Pembelajaran Vokasi”. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Vol. 17, No. 1. [33-42].

Suwardi. (2021). “STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) Inovasi dalam Pembelajaran Vokasi Era Merdeka Belajar Abad 21”. PAEDAGOGY : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Psikologi 40. Vol. 1 No. 1 [40-48].

Violante, Giovanni. (2008). Skill-Biased Technical Change. 10.1057/978-1-349-95121-5_2388-1.

Bappenas. Buku Saku Terjemahan Tujuan dan Target Global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Diakses melalui https://sdgs.bappenas.go.id pada 10 September 2024

Cambridge Dictionary. “employability”. Diakses melalui https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/employability pada 11 September 2024.

Databoks. 10 Negara dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Dunia Pertengahan 2023. 2023. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/07/28/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-terbanyak-di-dunia-pertengahan-2023 pada 10 September 2024. 

United Nation Population Fund. 2016. Demographic Dividend. Diakses melalui https://www.unfpa.org/demographic-dividend?page=7#readmore-expand pada 11 September 2024.

OECD. Employability. Diakses melalui  https://www.oecd.org/en/topics/policy-issues/employability.html#key-messages pada 11 September 2024