fbpx
Foto oleh Tiff Ng dari Pexels

Say No To Climate Change: Bagaimana Peran Rumah Tangga?

Tantangan perubahan iklim sudah menjadi perbincangan hangat di beberapa dekade terakhir, tidak hanya di kalangan nasional maupun internasional, tetapi juga kalangan individu. Dampak negatif oleh perubahan iklim membawa kerugian yang besar bagi banyak orang dan berbagai kelas mulai dari kelas menengah ke bawah dan juga atas. Contoh dampak perubahan cuaca yang sangat ekstrim adalah gagal panen karena naiknya suhu atau temperatur berakibat pada naiknya laju penguapan air. Ketidaksiapan infrastruktur suatu negara maupun kota untuk mengatasi permasalan ini akan berujung fatal seperti terjadinya banjir bandang.

Semakin kencangnya kampanye tentang penurunan gas emisi karbon dan usaha menyelamatkan bumi, semakin banyak individu yang berkeinginan untuk memberikan kontribusi terhadap kampanye ini. Ada begitu banyak organisasi non-profit yang memberikan wadah bagi generasi muda untuk belajar dan menerapkan ide atau gagasan mereka sebagai upaya pencerdasan serta meningkatkan empati anak muda terkait bumi. Semakin memasuki tahun ini, sudah semakin banyak anak muda yang sadar, bahkan mengeluarkan statement kekinian dan meracuni banyak anak muda, yaitu “there’s something wrong with the earth”. Terdengar klise, tetapi kalimat ini meningkatkan sinyal dan empati untuk “melakukan” sesuatu terhadap bumi.

Walau kita sudah memahami bahwa emisi yang dihasilkan oleh manusia berkontribusi pada perubahan iklim, kebanyakan tidak mengetahui seberapa besar emisi yang telah dihasilkan setiap hari. Masih banyak yang belum sadar dan enggan membuka mata dengan jumlah sampah pribadi yang dihasilkan setiap hari. IESR telah mengembangkan Kalkulator Jejak Karbon yang diharapkan dapat membantu individu mengukur jumlah karbon yang dihasilkan setiap hari dalam satuan emisi karbon, gram CO2-ekivalen/kapita/hari.

Menurut laporan keempat dari IPCC menyatakan bahwa gaya hidup manusia di bumi, memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap perubahan iklim. Gaya hidup masyarakat akan menentukan jumlah barang yang dikonsumsi, jumlah kertas yang digunakan, jumlah listrik yang digunakan serta macam-macam alat transportasi yang digunakan. Faktanya, semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi seseorang. Semakin tinggi kebutuhannya,maka ketersediaan energi juga akan semakin menipis. Sayangnya, masing-masing individu tidak mengetahui berapa banyak gas rumah kaca yang dihasilkan lewat penggunaan beberapa produk, listrik dan juga transportasi.

Selain itu, produksi sampah rumah tangga di berbagai wilayah yang sangat besar berpotensi sebagai sumber gas metana. Gas metana merupakan salah satu Gas Rumah Kaca penyebab pemanasan global. Potensi sampah yang dihasilkan dari 45 kota besar di Indonesia mencapai 4 juta ton/tahun. Potensi gas metana yang bisa dihasilkan mencapai 11.390 ton CH4/tahun atau setara dengan 239.199 CO2/tahun. Jumlah ini merupakan 65% dari total emisi sampah berasal dari 10 kota besar, antara lain: Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makasar,Bekasi, Depok, dan Tangerang (Arie Herlambang,2010). Sampah rumah tangga berupa sampah dapur, kamar mandi, dan sisa makanan yang dibuang akan menumpuk dan terkubur di tempat pembuangan sampah. Penumpukan ini akan mengalami pembusukan dan terbentuklah gas metana. (WWF)

Solusi praktis untuk menghilangkan sampah yang masih sering diterpkan dan menjadi boomerang bagi alam adalah membakar sampah. Pembakaran sampah juga menghasilkan gas rumah kaca, seperti CO2, N2O, NOX, NH3 dan karbon organic. CO2 menjadi gas utama yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dan dihasilkan lebih tinggi dibandingkan gas emisi lainnya. (Johnke).

Pertanyaan ironi yang sangat klise, “Dikemanakan semua sampah tersebut?”

            Selama ini, yang kita ketahui, penanganan sampah hanya melalui open dumping, yaitu sampah dikumpulkan, diangkut dan dibuang begitu saja. Memang sudah ada beberapa tempat melakukan metode pemisahan sampah antara organic dan non-organik, tetapi masyarakat masih skeptic dengan pembuangan akhir. Usaha pemisahan sampah tersebut dinilai sia-sia bila pada akhirnya tempat pembuangannya bersatu.

Melihat situasi yang cukup chaos saat ini, melalui janji iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC), yang diperbarui, Indonesia berupaya menurunkan emisi sektor limbah sebesar 0,38% atau 11 MtCO2e tanpa bantuan Internasional dari proyeksi emisi mulai dari tahun 2010. Dalam scenario adanya bantuan, target penurunan emisi sektor ini sebesar 1,4% atau 40MtCO2e. 3 langkah utama yang dilakukan pemerintah adalah pemanfaatan sampah organic menjadi gas melalui proses dekomposisi, pengomposan, upaya 3R (reduce, reuse,recycle) sampah kertas, serta membangun pembangkit listrik berbahan bakar pelet sampah. Namun, sepertinya pemerintah belum memprioritaskan sampah rumah tangga, yaitu sisa makanan dan dapur rumah tangga.

Sampah sisa makanan memiliki komposisi tertinggi dari seluruh jenis sampah di Indonesia (40,2%). Sampah ini juga memiliki kandungan karbon yang lebih tinggi ketimbang kertas. Seperti kita ketahui, semakin tinggi kandungan karbon, maka semakin cepat laju pembentukan gas metana. Emisi ini 25 kali lipat lebih buruk dibandingkan karbon dioksida dalam kurun waktu 100 tahun.

Lalu selain individu, lingkup rumah tangga sebagai organisasi paling fundamental bagi individu, apa yang dapat kita lakukan?

Di lingkungan saya, masih banyak yang belum memahami arti pentingnya pengelolaan sampah, karena dinilai tidak menguntungkan dan menghabis-habiskan waktu. Masih banyak yang percaya bahwa sampah cukup dibakar saja atau dibuang ke tempat sampah. Beberapa waktu lalu, saya berusaha melakukan pengolahan ulang sampah rumah tangga tanpa membutuhkan biaya dan tempat yang besar. Hanya dengan menggunakan gula merah atau gula pasir dan sampah rumah tangga seperti air cucian beras, nasi basi dan juga sampah dapur. Penggunaan sampah rumah tangga sebagai kompos bagi tanaman akan lebih bermanfaat daripada dibuang sembarangan.

Beberapa pupuk organik cair yang berasal dari sampah rumah tangga dan bisa dilakukan di rumah adalah :

  1. Pembuatan POC dari air cucian beras

Pembuatannya hanya mencampurkan air cucian beras dengan EM4, lalu difermentasi selama 1-2 minggu. Pupuk ini mengandung unsur hara P & K, yang sangat baik untuk tanaman hias, tanaman buah, dan umbi-umbian. Setiap satu liter pupuk organik dari air cucian beras dicampur dengan 5-10 liter air (boleh ditambah bila dirasa terlalu pekat).

  1. Pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal) dari Nasi Basi

MOL adalah sejenis bakteri buatan sendiri yang berfungsi untuk menyuburkan tanah atau menguraikan sampah organic menjadi kompos yang berguna seperti nutrisi bagi tanah agar tetap subur, dan sebagai pestisida organic untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, MOL juga mengandung hormone pertumbuhan seperti giberelin, sitokinin, dan auksin yang berfungsi sebagai zat perangsang tumbuh tanaman.

Cara membuatnya juga sangat mudah, pertama siapkan bahan, yaitu:

  • Sumber karbohidrat: siapkan nasi sisa yang sudah didiamkan selama 3-4 hari hingga muncul jamur pada nasi,
  • Sumber glukosa: seperti molase, gula merah yang diencerkan dengan air, gula batu yang dicairkan atau air kelapa,
  • Sumber bakteri, seperti buah busuk, atau bonggol pisang.

Cara pembuatan:

  • Masukkan nasi basi ke ember, lalu remas hingga sporanya menyebar ke seluruh bagian dan tercampur merata,
  • Campurkan air paling tidak 1:4, lalu aduk hingga merata,
  • Masukkan molase secukupnya
  • Kemudian pindahkan cairan MOL ke dalam botol air kemasan dengan bantuan corong,
  • Biarkan 5-7 hari hingga berbau tape,
  • Buka tutup botol setiap hari untuk membuang gas yang dihasilkan, kocok botol agar nasi basi lebih hancur lagi.

Setelah itu, cairan MOL sudah dapat digunakan untuk tanaman Anda. Encerkan cairan MOL dengan perbandingan 1 liter cairan MOL : 5-10 liter air. Bila hendak di semprotkan, encerkan cairan MOL dengan perbandingan 1:20 liter air.

Masih banyak pilihan yang dapat dilakukan untuk mengurangi pembuangan sampah rumah tangga, seperti mendaur ulang sampah plastic menjadi kerajinan tangan dan mengolah minyak jelanta menjadi lilin, Dengan pengolahan ulang ini, setidaknya lingkup rumah tangga bisa memberikan kontribusi bagi pencegahan pemanasan global.

Dampak positif lain bila kita mengelola sampah rumah tangga dengan baik adalah pencerdasan bagi anggota keluarga terutama anak kecil dan generasi muda yang ada di rumah. Mereka akan lebih peka dan lebih tahu langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan untuk mencegah perubahan iklim. Mencerdaskan generasi yang sangat muda adalah poin yang harus kita kerjakan bersama, karena untuk mengatasi permasalahan yang besar kita butuh kekuatan yang besar dan bukan hanya suara tunggal.

Referensi :

  1. https://safetysignindonesia.id/manfaat-mol-dari-nasi-basi-alternatif-pupuk-organik-untuk-menyuburkan-tanaman/
  2. http://ditjenppi.menlhk.go.id/berita-ppi/3580-rumah-tinggal-dan-perannya-pada-perubahan-iklim.html
  3. https://iesr.or.id/pustaka/potensi-penurunan-emisi-indonesia-melalui-perubahan-gaya-hidup-individu
  4. https://envihsa.fkm.ui.ac.id/2020/02/28/ehi-feb-march/
  5. https://iesr.or.id/pustaka/potensi-penurunan-emisi-indonesia-melalui-perubahan-gaya-hidup-individu