fbpx

Pemberdayaan Produk Sampingan Pangan Dalam Meningkatkan Nilai Ekonomi Komoditas Kopi (Coffea sp.)

Alexander Bryan Mahasiswa Jurusan Food Business Technology, Universitas Prasetiya Mulya

Indonesia sudah dikenal dunia dengan produk perkebunan yang berkualitas dan berdaya saing. Tidak heran, subsektor perkebunan berkontribusi sebesar 90,92 persen dari volume ekspor sektor pertanian pada tahun 2019 (BPS, 2019). Salah satu produk perkebunan yang menjadi komoditas unggulan Indonesia adalah kopi. Permintaan kopi, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri, terus meningkat secara signifikan sejak tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan perilaku konsumen, peningkatan daya beli, dan pergeseran tren yang menuju pada produk artisan, berindikasi geografis, dan single origin.

Di balik unggulnya komoditas ini, terdapat permasalahan genting yang menyertai dan perlu diperhatikan. Permasalahan yang dimaksud adalah besarnya volume dan proporsi produk sampingan yang dihasilkan. Produk sampingan (by product) dipahami sebagai hasil suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi relatif rendah dan bukan merupakan produk utama. Dalam praktik industri, tidak jarang produk sampingan dijual sangat murah,dimusnahkan, atau dibuang. Pada konteks kopi, produk sampingan yang dihasilkan adalah daging buah (pulp), selaput biji (husk), daun, dan produk kualitas rendah atau cacat. Produk-produk sampingan ini membentuk 50% dari total volume produksi. Angka yang masif, mengetahui produksi biji kopi Indonesia yang mencapai 12 juta ton (Laura, Serna-Jimenez, & Martinez, 2019).

Pembiaran terus-menerus terhadap produk sampingan kopi bukanlah langkah yang bijak. Produk sampingan kopi menyumbangkan bagian pada rata-rata kehilangan pangan Indonesia sekitar 115-184 kilogram per kapita per tahun. Secara tidak langsung, produk sampingan kopi yang tidak dimanfaatkan berpengaruh dalam kualitas lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi. Pembuangan produk sampingan kopi ke tempat pembuangan sampah menghasilkan metana – gas rumah kaca 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dan salah satu penyebab utama pemanasan global. Kandungan senyawa fenolik yang tinggi berakibat pada pengasaman dan penurunan kadar oksigen perairan. Jika air tersebut dikonsumsi, maka akan menyebabkan banyak masalah kesehatan yang parah seperti pusing, iritasi mata, telinga dan kulit, sakit perut, mual dan masalah pernapasan. Dilihat dari segi ekonomi, bagian non-biji pada produksi kopi hanya dihargai sebesar Rp4.000,- per kilogram.

Lantas apa yang dapat dilakukan terhadap pengelolaan produk sampingan kopi?


Saat ini tidak sedikit kajian yang dilakukan untuk memaksimalkan produk sampingan dari kopi. Penelitian Klingel et al (2020) menyimpulkan bahwa buah, selaput biji, dan daun kopi ternyata kaya akan senyawa bioaktif seperti asam klorogenat, kafein, trigonelin, melanoidin, dan diterpena. Senyawa ini diketahui memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Bila dimanfaatkan dengan baik, produk sampingan kopi akan menyelesaikan permasalahan lingkungan terkait, memberikan diversifikasi produk olahan kopi yang menyehatkan, dan meningkatkan nilai ekonomi kopi. Adapun, produk sampingan kopi dapat diolah menjadi tepung, minuman alkohol, dan tisane yang merupakan produk layak makan yang bernilai ekonomi tinggi.

Coffee Flour

Tepung Kopi
Tepung kopi terbuat dari daging buah kopi, atau “ceri kopi”. Tepung ini mengandung 4 jenis polifenol utama, yaitu flavan-3-ol, asam sinamat, flavanol, dan antosianidin. Secara nutrisi, tepung kopi memiliki kandungan protein, vitamin A, serat, kalium, dan zat besi yang tinggi. Kandungan kalori dari tepung kopi tergolong rendah, yaitu sekitar 500 Kkal/Kg. Dilihat dari kandungan proteinnya, tepung kopi mengandung asam amino yang sama atau lebih tinggi dari tepung kedelai dan tepung jagung. Dalam pembuatan roti dan kue, tepung kopi dapat mensubstitusi 10-15% tepung terigu, memberi rasa manis, dan menjadi sumber antioksidan.

Alcoholic Coffee Cocktail

Minuman Alkohol
Daging buah kopi dapat dikreasikan dengan berbagai bahan lainnya, seperti buah, rempah, atau daun herba dalam proses fermentasi glukosa untuk mendapatkan minuman berkadar alkohol tinggi. Pemberdayaan pulp kopi menjadi minuman beralkohol sudah lama tertanam dalam beberapa tradisi pengolahan pangan di dunia. Oh (2019) dalam artikelnya menyebutkan kahlua sebagai salah satu minuman fermentasi buah kopi tradisional. Kahlua berasal dari Meksiko, memiliki rasa yang padat dan bermentega. Bahan-bahan yang digunakan antara lain kopi, gula, dan ekstrak vanila. Cairan buah kopi dapat menggantikan kebutuhan akan biji kopi dalam proses pembuatan, memberikan rasa yang lebih manis pada produk akhir.

Kaskara Kopi
A closeup of coffee cherries used to brew cascara.

Tisane
Tisane dari buah kopi, atau kaskara, merupakan minuman kesehatan yang sedang naik popularitasnya. Kaskara didapatkan dari pulp kopi yang dikeringkan dan mengeluarkan aroma tersendiri. Produksi kaskara telah berlangsung secara turun-menurun di Yaman dan Etiopia. Kaskara dicampurkan dengan berbagai jenis rempah-rempah seperti jahe, pala, dan kayu manis, menghasilkan minuman yang disebut “hashara”. Kaskara juga telah lama diekspor oleh negara-negara Amerika Latin seperti El Salvador dan Bolivia.

Kaskara mengandung komponen kimia seperti alkaloid, tanin, dan polifenol. Kadar kafein kaskara (0.29%) jauh lebih rendah dibandingkan dengan biji kopi (0458%). Kandungan senyawa tanin dalam tisane kaskara berkisar antara 28.5-76 mg/L. Senyawa inilah yang memberikan warna kecokelatan pada seduhan kaskara. Semakin pekat warna kaskara, semakin sedikit kandungan taninnya. Kandungan antioksidan kaskara yang tinggi menjadikan kaskara bermanfaat bagi daya tahan tubuh.

Dapat disimpulkan, produk sampingan kopi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi berbagai macam produk layak makan yang enak dan bernutrisi. Saat ini, daging buah, selaput biji, dan daun kopi telah diolah dan diproduksi menjadi tepung, minuman alkohol, dan tisane. Produk non-biji dari tanaman kopi yang telah diolah kembali memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berdampak bagi kesejahteraan pekebun dan keberlanjutan perkebunan kopi.