Mercia Karina Mahasiswi Universitas Slamet Riyadi 0shares PELATIHAN KEPEMIMPINAN SDGS DALAM MENDUKUNG MERDEKA BELAJAR DI MALUKU Read More Permasalahan yang hingga kini masih menjadi perhatian publik adalah pentingnya menjaga lingkungan guna keberlangsungan hidup bersama. Salah satu permasalahan lingkungan yang tak kunjung usai berkaitan dengan sampah. Berbagai negara berbondong-bondong memperbaiki sistem pengelolaan sampahnya. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan sampah berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, lingkungan, dan kesehatan. Sehingga negara-negara tersebut berusaha memperbaiki sistem pengelolaan sampah agar dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakatnya. Pengertian Sampah Jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sampah diartikan sebagai barang yang sudah tak terpakai atau dibuang. Sementara jika ditilik menurut World Health Organization (WHO) sampah merupakan sesuatu yang dibuang dan berasal dari aktivitas manusia. Sumber: Pokja PPAS Dilihat dari gambar di atas, berdasarkan klasifikasinya sampah dapat dibedakan menjadi tiga jenis (PPAS, 2021). Pertama, sampah rumah tangga yang berasal dari aktivitas harian diluar tinja maupun sampah spesifik. Kedua, sampah sejenis rumah tangga yang berasal dari berbagai kawasan seperti industri, komersial, khusus, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum. Ketiga, sampah spesifik yang berasal dari sampah beracun (B3), limbah, sampah akibat bencana, sampah yang secara teknologi belum diolah, dan sampah periodik. Di Indonesia sendiri, menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebanyak 37,3% sampah berasal dari aktivitas rumah tangga. Selanjutnya, sebanyak 16,4% berasal dari sampah pasar tradisional. Sementara sampah kawasan berada di 15,9% dan sampah lainnya sebanyak 14,6%. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah terbesar di dunia. Mayoritas sampah di Indonesia sendiri berasal dari masyarakat perkotaan. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya proses urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) sehingga meningkatkan aktivitas masyarakat perkotaan. Sementara jika dilihat dari jenisnya, mayoritas berasal dari sampah sisa makanan dan plastik. Berikut data berupa grafik komposisi sampah di Indonesia berdasarkan jenisnya tahun 2021 (SIPSN, 2021). Sumber: SIPSN Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis sampah terbanyak di tahun 2021 berasal dari sisa makanan yang diikuti oleh plastik. Sampah plastik di Indonesia sangatlah banyak jika dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara lainnya. Bahkan, pada tahun 2016 sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Georgia menghasilkan daftar penyumbang sampah terbesar di lautan. Dimana Indonesia menduduki peringkat kedua di bawah China. Beberapa faktor yang melatarbelakangi adalah karena padatnya jumlah penduduk serta pengelolaan sampah yang kurang baik (Alamendah, 2016). Lantas, apa dampak negatif sampah bagi kehidupan? Tentunya timbunan sampah dapat mengakibatkan berbagai macam permasalahan antara lain. Kualitas air, udara, serta tanah yang tercemar sehingga berbahaya bagi ekosistem. Pengelolaan sampah yang kurang baik seperti TPA dapat menimbulkan bau tidak sedap serta sumber penyakit. Memiliki dampak layaknya domino effect pada ekonomi sekitar dimana harga tanah maupun rumah di sekitar TPA cenderung lebih murah. Akibatnya, jarang ada rumah makan ataupun warung di sekitar TPA. Mempengaruhi kualitas hidup masyarakat setempat. Atas dasar permasalahan serta sampah yang dihasilkan oleh Indonesia diatas tersebutlah dibutuhkan adanya pengelolaan sampah berkelanjutan. Pengelolaan sampah berkelanjutan merupakan salah satu cara pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengurangi TPA dengan cara digunakan kembali, didaur ulang, serta diolah menjadi energi. Berdasarkan pengertiannya, pengelolaan sampah berkelanjutan dapat menjadi solusi atas permasalahan yang sebelumnya telah dijabarkan. Namun, dalam proses implementasi, pengelolaan sampah berkelanjutan bukanlah suatu hal yang mudah. Karena dibutuhkan adanya kerjasama multiaktor yang tentunya dibutuhkan pula jumlah uang yang tidak sedikit. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pengelolaan sampah berkelanjutan, kita harus mengetahui pengelolaan sampah yang dinilai kurang baik dan masih diterapkan di Indonesia. Open dumping atau lebih akrabnya disebut sebagai TPA merupakan salah satu bentuk pengelolaan sampah kurang baik. TPA dinilai berbahaya baik secara kesehatan, lingkungan, ekonomi, dan sosial. Praktik tersebut harus dihindari karena TPA juga menghasilkan polusi seperti gas metana yang memiliki bau tidak sedap. Praktik open dumping tersebut mulai ditinggalkan secara perlahan oleh Indonesia sejak tahun 2005. Penyebabnya adalah kasus longsor TPA tahun 2005 di TPA Cirendeu Cimahi Jawa Barat. Kasus tersebut menewaskan hingga 157 korban. Sejak saat itulah, pemerintah mulai semakin memperhatikan tata kelola sampah yang baik (Mongabay, 2019). Sementara solusi dari praktik open dumping adalah circular economy. Konsep ekonomi sirkular merupakan sebuah metode guna meningkatkan “nilai” dari sampah itu sendiri. Konsep ini berfokus pada 3R yaitu reuse (menggunakan kembali), remake (membuat ulang), serta recycle (mendaur ulang). Konsep ekonomi sirkular ini berbeda dengan konsep linear economy. Konsep circular economy Konsep linear economy Jika dilihat dari gambar, konsep linear economy hanya berupa produksi, pemakaian, dan pembuangan. Konsep ini tentunya berbanding terbalik dengan pengelolaan sampah berkelanjutan. Sehingga, konsep circular economy lebih baik dibandingkan konsep linear economy. Namun, pengelolaan sampah yang berkelanjutan memiliki berbagai hambatan tersendiri. Diantaranya seperti kurangnya pendanaan akibat dari tingginya biaya operasional maupun biaya produksi. Selain itu, kurangnya persiapan seperti edukasi maupun eksekusi dan monitoring, serta budaya membuang sampah sembarangan yang kerap masih terjadi. Macam-macam pengelolaan sampah berkelanjutan Terdapat berbagai macam pengelolaan sampah yang berkelanjutan tetapi dalam artikel ini hanya akan dijelaskan dua. Bank sampah Proses daur ulang yang dilakukan masyarakat dengan cara mengumpulkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, botol minuman, logam, dsb. Bank sampah ini kemudian akan disalurkan kepada usaha atau pabrik yang akan mengolah kembali. Namun, bank sampah ini juga memiliki tantangan berupa daya partisipasi masyarakat yang rendah serta manajemen pengumpulan yang kurang jelas. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) PLTSa merupakan contoh pemanfaatan sampah untuk menjadi energi (Waste to Energy) spesifik kepada energi listrik. Terdapat tiga proses perubahan sampah menjadi energi antara lain: Thermochemical; terbagi kembali menjadi beberapa proses yaitu torefaksi, plasma treatment, gasifikasi, pemanasan, pelarutan. Beberapa proses tersebut menghasilkan bahan bakar padat atau cair. Physicochemical; ekstraksi yang menghasilkan bahan bakar berbentuk cair. Biochemical; terbagi menjadi beberapa proses yaitu fermentasi, biodigester yang menghasilkan bahan bakar dalam bentuk gas. Kemudian bahan bakar yang telah melewati serangkaian proses tersebut digunakan guna menghasilkan energi panas yang akan menggerakan turbin generator penghasil listrik (Qodriyatun, 2021). Studi Kasus PLTSa Kota Solo Proyek pembangunan PLTSa Kota Solo bertepatan di Putri Cempo Banjarsari. Dilansir dari Solopos, proyek ini diprediksi akan berjalan pada bulan Juni 2022 mendatang. Investor atau pendanaan dari PLTSa ini disponsori oleh PT Solo Metro Citra Plasma Power. PT SMCPP ini mendatangkan 114 kontainer berisi material pembangunan dari India, Austria, serta Tiongkok. Pembangunan proyek ini didasari oleh Perpres Nomor 18 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar (Dikjen EBTKE, 2019). Proyek tersebut menargetkan 450 ton sampah/hari guna memproduksi listrik sebesar 10 MW. Sementara proses yang dilakukan menggunakan proses gasifikasi. Tetapi, sayangnya hingga saat ini PLTSa tersebut belum kunjung beroperasi. Hal tersebut dikarenakan terlambatnya alat atau teknologi yang diperlukan akibat dampak dari pandemi Covid-19. Walikota Solo Gibran Rakabuming mengatakan dukungannya pada proyek tersebut. Hingga saat ini, proses pengumpulan sampah telah diterapkan di 4 kecamatan di Solo. Dimana sampah tersebut disetorkan setiap harinya ke PLTSa Putri Cempo. Lantas, apa saja hambatan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan? Proses transisi dari ekonomi linear menuju ekonomi sirkular tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa hambatan yang kerap dihadapi diantaranya adalah kurangnya edukasi terhadap masyarakat, budaya yang sulit dihilangkan seperti masyarakat pedesaan yang sering membakar sampah guna terhindar dari uang sampah setiap bulannya, biaya operasional seperti gaji tenaga kerja dan perawatan yang kadang kala melebihi biaya tempat, kurangnya dana dari pemda maupun sulitnya mencari investor swasta, serta manajemen yang buruk dan tidak diimbangi oleh evaluasi serta monitor. Solusi dari “Hambatan” Pengelolaan Sampah Terdapat beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain: Meningkatkan kerjasama antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seperti pemberian dana tambahan pada APBD yang dialokasikan secara khusus guna mempercepat proses energi terbarukan. Melakukan edukasi melalui media sosial maupun cara konvensional. Pemda dapat melakukan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi untuk membantu proses peningkatan “awareness” di lingkup kaum milenial maupun Gen Z sebagai agent of change. Memperluas proses bank sampah dengan melibatkan sektor informal seperti para pemulung dalam memilah sampah. Bekerja sama dengan NGO setempat dalam proses percepatan bank sampah tersebut. Memperluas proses pendanaan baik dari organisasi internasional tertentu maupun sektor swasta dalam proses CSR perusahaan. Memperluas kampanye peduli lingkungan di pedesaan guna menghentikan praktik pembakaran sampah. REFERENSI: Alamendah. (2016, Januari 21). Indonesia Ranking Dua Penyumbang Sampah Plastik di Laut. Dipetik Februari 10, 2022, dari alamendah.org: https://alamendah.org/2016/01/21/indonesia-ranking-2-penyumbang-sampah-plastik-di-laut/ Dikjen EBTKE. (2019, Oktober 23). PLTSa Putri Cempo Targetkan Produksi Listrik Hingga 10MW. Dipetik Februari 10, 2022, dari ebtke.esdm.go.id: https://ebtke.esdm.go.id/post/2019/10/28/2382/pltsa.putri.cempo.targetkan.produksi.listrik.hingga.10.mw Mongabay. (2019, Februari 22). “Open Dumping” Sampah Harus Segera Ditinggalkan, Bagaimana Langkahnya? Dipetik Februari 10, 2022, dari mongabay.co.id: https://www.mongabay.co.id/2019/02/22/open-dumping-sampah-harus-segera-ditinggalkan-bagaimana-langkahnya/ PPAS, P. (2021). Kenali Jenis dan Karakteristik Sampah. Dipetik Februari 10, 2022, dari nawasis.org: http://nawasis.org/portal/galeri/read/kenali-jenis-dan-karakteristik-sampah/51960 Qodriyatun, S. N. (2021). Pembangkit Listrik Tenaga Sampah: Antara Permasalahan Lingkungan dan Percepatan Pembangunan Energi Terbarukan. ASPIRASI, 63-84. SIPSN. (2021). Capaian Kinerja Pengelolaan Sampah. Dipetik Februari 09, 2021, dari sipsn.menhlk.go.id: https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/