Ni Made Ayu Natih Widhiarini Blogger di Natih.net 0shares Membangun Kemitraan adalah Kunci Read More Tak ada yang bisa mengeliminasi pesona Kain Songket dari kearifan lokal Indonesia. Kain yang memiliki motif yang indah ini sudah lama berkembang dan menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu produk tekstil yang dimiliki Indonesia, Songket dikenal sebagai kainnya sultan. Bukan tanpa alasan, Songket memang terkenal dengan harganya yang mahal. Hal tersebut dikarenakan proses pembuatannya yang rumit dan penuh ketelitian. Bayangkan, untuk menghasilkan 1 lembar kain songket, penenun membutuhkan waktu sekitar 1 bulan. Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali merupakan daerah yang terkenal akan kerajinan tenunnya. Selain Tenun Endek, Sidemen juga memproduksi Kain Songket. Sejak zaman kerajaan di Bali, Songket memang digunakan untuk kepentingan upacara. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, kain tradisional ini pun digunakan untuk kepentingan fashion yang lebih bervariasi, seperti tas, masker, baju, dan dompet. Sabtu, 5 Februari 2022 lalu, dalam rangka Field Trip Usaha Lestari, saya mengunjungi sebuah sentra pembuatan kain tenun Songket di Bali, yakni Fortuna Songket Sidemen. Kain Songket Sidemen.Sumber : Dokumentasi pribadi. Dalam perjalanan saya bertanya-tanya, apa sih yang unik dari Fortuna Songket Sidemen ini? Sesampainya di lokasi, ternyata memang benar. Ada yang unik dari Fortuna Songket Sidemen. Fortuna Songket Sidemen : Memberdayakan Masyarakat Lokal Dalam Melestarikan Kain Tenun Songket Fortuna Songket Sidemen didirikan oleh anak Bali asli Sidemen, yaitu Ni Kadek Rini Prabawati pada tanggal 2 Januari 2020. Sebagai generasi muda yang paham betul akan aset Budaya sebagai salah satu investasi berkelanjutan, Kak Rini merangkul ibu-ibu rumah tangga yang memiliki keahlian menenun untuk bergabung dalam kelompok Tenunnya. Selain itu melestarikan aset budaya yang adiluhung, didirikannya Fortuna Songket Sidemen ini juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal di Desa Sidemen, khususnya ibu-ibu rumah tangga yang menggantungkan hidupnya dari menenun. Hingga saat ini, sudah ada 13 orang penenun yang bergabung dalam Fortuna Songket Sidemen. Pada kesempatan itu, sambil belajar menenun, saya sempat berbincang dengan Ibu Ni Nyoman Sari, seorang penenun yang sudah menenun sejak usia 12 tahun. Sebagai satu-satunya mata pencaharian, Ibu Sari mengaku bahwa menenun adalah pekerjaan yang membuat ia bisa menyekolahkan anak-anaknya meski belum bisa sampai bangku kuliah. Belajar menenun songket bersama Ibu Sari (Kiri) dan Ibu Nengah Reti (Kanan).Sumber gambar : dokumentasi pribadi Pandemi Covid-19 yang tak berujung ini membuat penjualan kain tenun buatannya menurun drastis. Oleh karenanya, Ia bergabung ke Fortuna Songket Sidemen dengan harapan bisa menghasilkan lebih banyak kain untuk di jual sehingga pendapatannya meningkat. Disamping itu, program pembinaan dan pelatihan Kewirausahaan yang didapatnya di Fortuna Songket Sidemen menjadikan skill menenun Ibu Sari dan kawan-kawan meningkat. Ramah Lingkungan, Fortuna Songket Sidemen Menggunakan Pewarnaan Alami Semakin berkembangnya industri fashion di dunia juga sejalan dengan limbah yang dihasilkan. Pasalnya, pewarna tekstil yang berbasis kimia telah menjadikan industri pakaian sebagai pencemar air terbesar kedua di dunia. Pewarna sintetis bertanggung jawab terhadap 20% pencemaran air secara global. Dilansir dw.com, ada 72 bahan kimia beracun dalam air yang berasal dari pewarnaan tekstil dan 30 di antaranya tidak pernah bisa dihilangkan. Bahan kimia itu akan terus bereaksi dan terus merusak kualitas air di sungai. Proses pewarnaan benang dengan warna alami.Sumber : dokumentasi pribadi. Fortuna Songket Sidemen sebagai UMKM yang mengusung visi usaha lestari yang berkelanjutan juga concern terhadap pewarnaan sintetis yang selama ini digunakan untuk mewarnai kain Songket. Dalam rangka mempraktikan sistem ekonomi sirkular untuk bumi yang lebih baik, Fortuna Songket Sidemen menggunakan bahan-bahan alami untuk mewarnai benang sebagai bahan pembuatan Songket. Adapun bahan-bahan alam yang digunakan adalah daun indigo untuk warna biru, daun ketapang untuk warna hitam dan hijau, daun secang untuk warna marun dan coklat. Meski tak dipungkiri, Fortuna Songket Sidemen menghadapi tantangan berat karena pewarnaan alami umumnya sulit untuk mencapai konsistensi warna yang diinginkan. Pewarnaan sintetis hanya membutuhkan satu kali proses pencelupan agar warna langsung bisa menempel di pakaian, sedangkan pewarnaan alami setidaknya butuh 10 kali pencelupan. Namun dari segi kualitas dan ketahanan, tentu warna alami ini jauh lebih bagus dan tahan lama dibandingkan dengan warna sintetis. “Dari segi harga, bahan pewarna alami memang sedikit lebih mahal. Namun, dari sisi kualitas, warna alami ini lebih lembut dan tahan lama. Disamping itu, tentunya ramah lingkungan” Jelas Rini. Proses Menenun Songket Menggunakan Alat Tradisional Meskipun zaman sudah modern dan teknologi sudah berkembang pesat, rupanya proses menenun di Fortuna Songket Sidemen masih menggunakan alat-alat tradisional mulai dari proses pewarnaan benang hingga proses menenun. Di Desa Sidemen, alat tenun disebut alat tenun cagcag, dimana proses menenun dilakukan sambil duduk di lantai. Proses menenun Kain Songket Khas Sidemen.Sumber gambar : dokumentasi pribadi Terlihat saat saya mengamati beberapa penenun di Fortuna Songket Sidemen, mereka sangat fokus dan teliti menghitung benang dan memasukan benang lusi. Seperti menari, mereka menenun dari hati dengan gerakan tangan yang begitu dinamis. Adapun proses pembuatan Kain Songket adalah sebagai berikut : Pewarnaan benang dengan menggunakan pewarnaan alami Anyinin, yaitu proses pembuatan benang lusi Nyuntik, yaitu proses memasukan benang ke serat kain Nuduk, yaitu proses pembuatn motif mengikuti arah benang pakan Nenun, yaitu proses menyatukan benang pakan dan benang motif. Proses Nyuntik, salah satu proses pembuatan Kain Tenun Songket khas Sidemen.Sumber : Dokumentasi pribadi Melihat begitu panjang dan rumitnya proses pembuatan kain songket di Fortuna Songket Sidemen, saya memetik beberapa nilai karakter yang terkandung dalam proses pembuatannya. Nilai karakter itu adalah sabar dan teliti. Disamping itu, proses pewarnaannya yang menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan membuat kain songket ini mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi. Wajar saja jika harganya mahal. 1 kain bisa berkisar antara Rp 2.000.000 – Rp 2.500.000 tergantung motifnya. Hal itu sebanding dengan tenaga dan waktu yang dikeluarkan untuk membuat karya fashion yang indah tersebut. Selain dijual dalam bentuk kain, Songket Sidemen juga dimodifikasi sebagai bahan pembuatan busana agar bisa lebih diterima oleh masyarakat. Dengan dibuat busana seperti ini, harganya pun bisa lebih bersaing. Contoh produk jadi dari hasil olahan kain Songket khas Fortuna Songket Sidemen.Sumber : Dokumentasi pribadi Selain itu, saya juga terinspirasi dari semangat kewirausahaan lestari yang diusung Kak Rini dan ibu-ibu di Fortuna Songket Sidemen, dimana mereka benar-benar mengedepankan konsep Tripple Bottom Line (Profit, People, Planet) dalam usaha tenun yang mereka jalankan. Usaha lestari inilah yang menjadi salah satu cara kita sebagai generasi muda untuk berperan serta dalam proses pemulihan Bumi yang lebih baik. Melihat besarnya dampak negatif akibat eksploitasi alam yang berlebihan, pemulihan Pasca Pandemi Covid-19 diharapkan tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, melainkan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagaimana, sudah siap menjadi wirausaha lestari seperti Fortuna Songket Sidemen? Berikan jawabanmu di kolom komentar ya! Referensi : https://www.dw.com/id/green-fashion-pewarnaan-tradisional-yang-berkelanjutan/a-53528557 Materi E-Learning SDG’s Academy – Investasi Berkelanjutan