Ayub Abd Rahman 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Isu perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi salah satu tantangan berat bagi setiap negara di dunia pada abad ke-21 ini. Salah satu penyebab dari terjadinya perubahan iklim ialah meningkatnya aktivitas pemanasan global yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas manusia. Terlebih pada zaman modernisasi seperti saat ini, berbagai aktivitas manusia yang terjadi di muka bumi cenderung bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini. Selain itu, aktivitas manusia bersifat merusak, bahkan tidak memikirkan keberlangsungan ekosistem di masa yang akan datang atau yang dikenal dengan istilah berkelanjutan. Isu perubahan iklim layaknya isu pembangunan lain seperti kemiskinan yang merupakan perwujudan ‘lingkaran setan’ di kehidupan manusia. Akar permasalahan timbul dari aktivitas manusia dan berdampak pula kepada kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Hal ini yang menjadi dasar dijadikannya penanganan perubahan iklim sebagai salah satu aspek pencapaian dalam pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam tujuan ke-13 pada konsep Sustainable Development Goals (SDGs). Di Indonesia, dampak perubahan iklim sudah mulai muncul sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Berbagai dampak nyata yang terjadi yaitu timbulnya badai siklon tropis, kenaikan muka air laut, banjir, maupun kekeringan. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi serta kesehatan manusia (Harmoni, 2005). Di sisi lain perubahan iklim yang terjadi saat ini juga menyebabkan terganggunya ekosistem pangan yang berakibat pada terhambatnya capaian kedaulatan pangan di Indonesia (Asnawi, 2015). Salah satu contohnya yaitu komoditas tanaman pangan seperti padi yang tidak dapat dipanen tiga kali dalam setahun di sebagian daerah karena rendahnya intensitas hujan. Siklus musim hujan yang tidak menentu dan tidak dapat dengan mudah diprediksi menjadi penyebab rendahnya intensitas curah hujan yang mengakibatkan berbagai jenis tumbuhan tidak mampu tumbuh dengan sempurna. Contoh kasus lain terjadi pada tanaman hortikultura, di mana perubahan iklim mengubah perilaku bertani masyarakat di daerah Poncokusumo Kabupaten Malang, dari yang dulunya menanam buah apel kini beralih menanam buah-buahan lain seperti jeruk dikarenakan tanaman buah apel tidak mampu beradaptasi dengan suhu yang semakin meningkat. Produksi apel di Kabupaten Malang pada tahun 2006 silam bisa mencapai 2.008,95 kuintal, namun di tahun 2023 produksinya menurun hingga mencapai hanya 953 kuintal saja (BPS, 2024). Mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan adalah hal yang bersifat strategis dan krusial dalam konteks pembangunan manusia khususnya di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperluas lahan pertanian serta mengefektifkan lahan pertanian yang ada agar produksi pertanian dapat terus meningkat. Namun permasalahan lain yang timbul adalah gencarnya kegiatan alih fungsi lahan pertanian yang biasanya dikonversi menjadi lahan industri, komersil dan perumahan. Akibatnya seiring bertambahnya waktu lahan pertanian semakin menurun. Masalah lainnya adalah jumlah petani di Indonesia yang semakin hari semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 yang dilaksanakan oleh BPS, jumlah petani milenial yang akan menggantikan posisi petani senior untuk melanjutkan misi penyediaan pangan di masa depan hanya sebesar 5,68 juta jiwa atau sekitar 2 persen dari total penduduk Indonesia. Kondisi-kondisi tersebut memunculkan pertanyaan terkait apakah Indonesia bisa mencapai swasembada pangan di masa depan?. Meskipun demikian, permasalahan-permasalahan seperti yang telah disebutkan diatas tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Perubahan zaman mengakibatkan teknologi serta semua hal yang berbau modern masuk lebih jauh ke dalam sendi-sendi kehidupan manusia. Pada akhirnya, terjadilah peralihan pola perilaku atau aktivitas utama yang dipilih oleh masyarakat. Masyarakat kini mulai meninggalkan pertanian dan menuju kepada kegiatan industri dan komersil. Oleh sebab itu, menciptakan kebijakan yang mengarah pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan pembangunan di masa mendatang. Mempersiapkan generasi muda saat ini agar memiliki kepekaan terhadap keberlangsungan penyediaan pangan merupakan sebuah upaya mitigasi untuk mendukung tercapainya swasembada pangan di masa depan. Citra Indonesia sebagai negara agraris harus diperkuat kembali dengan meminimalisasi kegiatan impor pangan dari luar negeri dan memperkuat produktivitas pangan dalam negeri. Pembiasaan bagi generasi muda, dalam hal ini siswa SD, SMP, dan SMA, dilakukan untuk membuat siswa lebih peka terhadap isu keberlangsungan pangan. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan praktik pembelajaran pertanian pada kurikulum sekolah negeri maupun swasta melalui mata pelajaran muatan lokal atau dengan membentuk semacam kegiatan ekstrakurikuler yang membahas pembelajaran pertanian. Hal ini dipertimbangkan atas dasar bahwa pendidikan dasar tentang pertanian yang secara praktikal hanya didapatkan oleh segelintir siswa yang menduduki sekolah menengah kejuruan khusus pertanian. Pembelajaran secara praktikal dirasa lebih memberikan manfaat dan memberikan contoh nyata kepada siswa. Tujuannya adalah agar siswa dapat memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya upaya penyediaan pangan yang mandiri, dibanding hanya mendapatkan pendidikan yang bersifat teoritis saja seperti kebanyakan sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Mengapa penting untuk memasukan pembelajaran pertanian secara praktikal dalam kurikulum pendidikan di tingkat SD, SMP maupun SMA? karena pembelajaran yang bersifat kurikulum secara tidak langsung akan memaksa siswa untuk terlibat dalam kegiatan penyediaan pangan yang berkelanjutan. Selain itu, terbentuknya kurikulum baru tentang pembelajaran pertanian dapat berdampak pada peningkatan kebutuhan tenaga pendidik yang andal dibidang pertanian. Akibatnya, terjadi penyerapan lulusan dari sarjana pertanian, pendidikan pertanian, atau sejenisnya. Hal ini akan lebih efektif dan tentunya memberikan lebih banyak manfaat dibanding hanya menerapkan pembelajaran pertanian melalui kegiatan ekstrakurikuler saja. Pembelajaran pertanian yang berbasis praktikal lebih efektif dibanding pembelajaran teoritis yang hanya berlangsung di kelas karena akan mampu untuk meningkatkan pemahaman dan antusiasme siswa dalam proses pembelajarannya (Gambar 1). Gambar 1. Matrik Identifikasi Manfaat Dari Implementasi Pembelajaran Pertanian di Sekolah Sumber : Analisis Penulis  Pembelajaran pertanian di sekolah dapat diterapkan dengan beberapa metode, salah satunya dengan metode pertanian hidroponik sebagai representasi dari pertanian modern. Hal ini diselaraskan dengan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, dimana lahan pertanian semakin berkurang dan tidak semua orang memiliki lahan pertanian di tempat tinggalnya. Selain itu, pertanian modern juga sangat cocok diterapkan di wilayah perkotaan yang merupakan tempat dimana sebagian besar sekolah atau lembaga pendidikan berada. Selepas mendapatkan pembelajaran pertanian di sekolah, siswa dapat menerapkannya di tempat tinggal masing-masing yang dapat dimanfaatkan untuk menambah ketersediaan pangan sehari-hari. Pembelajaran pertanian dengan mengenalkan metode pertanian hidroponik sudah banyak diterapkan di sekolah-sekolah serta lembaga pendidikan lainnya. Habibah dkk. (2024) melakukan studi terkait pembelajaran menanam menggunakan sistem hidroponik sebagai implementasi dari kurikulum merdeka di salah satu SMA Negeri di Kota Serang. Hasil studi menunjukan adanya peningkatan pemahaman siswa dalam membudidayakan tanaman yang memanfaatkan hasil limbah botol plastik sebagai media tanamnya. Rohim (2022) melakukan studi pengembangan pertanian hidroponik kepada santri-santri di Pondok Pesantren Madania Yogyakarta yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman serta menumbuhkan jiwa wirausaha bagi para santri di bidang pertanian. Beberapa contoh kasus diatas merupakan gambaran bahwa pembelajaran pertanian hidroponik atau modern cenderung memberikan dampak yang positif di berbagai bidang.    Gambar 2. Analisis SWOT Implementasi Pembelajaran Pertanian sebagai Kurikulum Baru di Sekolah    Sumber : Analisis Penulis  Setiap upaya pembangunan sejatinya akan berjalan efektif dan efisien apabila mendapat dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Kebijakan penerapan kurikulum pembelajaran yang berbasis pertanian ini kedepannya dapat berjalan dengan lancar jika diiringi dengan kesungguhan pemerintah atau pemangku kebijakan dalam hal implementasinya. Meskipun di satu sisi kita mengetahui bahwa setiap kebijakan yang dibentuk harus memperhitungkan ketercukupan anggaran, hal tersebut masih bisa ditanggulangi dengan mengimplementasikan kebijakan alternatif seperti memberlakukan ekstrakurikuler yang membahas pembelajaran pertanian di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, pertimbangan dalam mengambil kebijakan juga harus memperhitungkan kondisi-kondisi yang dapat terjadi seperti peluang apa yang bisa diambil, tantangan apa yang akan dihadapi kedepannya dan bagaimana cara menanggulanginya (seperti yang dijelaskan pada Gambar 2). Pada intinya, tujuan daripada pembelajaran pertanian di lingkungan sekolah ini adalah untuk menumbuhkan mindset kepada para siswa akan pentingnya melestarikan pertanian yang berkelanjutan, mulai dari lingkup yang terkecil yaitu sekolah dan rumah. Mindset tersebut harus dibangun sejak dini sebagai upaya adaptasi dari isu perubahan Iklim sehingga cita-cita kedaulatan pangan negara di masa kini dapat tercapai dan berlanjut hingga masa yang akan datang.  Referensi : Asnawi, R. (2015). Perubahan Iklim Dan Kedaulatan Pangan Di Indonesia, Tinjauan Produksi Dan Kemiskinan. Jurnal Sosio Informa. 293-309 Badan Pusat Statistik. (2023). Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap I. Jakarta : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. (2024). Kabupaten Malang Dalam Angka 2024. Malang : BPS Kabupaten Malang Habibah, R., et al. (2024). Pelatihan Budidaya Hidroponik Berbasis Metaverse dengan Memanfaatkan Botol Bekas sebagai Kegiatan P5 di Salah Satu SMAN di Kota Serang. Jurnal Studi Kasus Kegiatan Masyarakat, Vol.2, No.1, 2024, 29-35 Harmoni, Ati. (2005). Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim. Procceding, Seminar Nasional PESAT 2005 Rohim, A. N. (2022). Program Metroponik : Edukasi Hidroponik Berbasis Vokasional dalam Pembentukan Jiwa Wirausaha Santri Pondok Madania Yogyakarta. Jurnal Warta LPM Vol. 25, No. 2, April 2022, 175-186