Oktaria Kolnel 0shares Membangun Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual, Melalui Pendidikan dan Kesadaran Oleh : Suvi Elvirawati Zebua Read More Kemajuan teknologi di era saat ini tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya. Teknologi seperti seni yang membuat kehidupan menjadi lebih mudah dan lebih baik. Sehingga seperti kata pepatah bahwa “siapa yang menguasai teknologi, menguasai masa depan”. Namun, teknologi berkembang dengan pesat dan cepat di pusat kota, sedangkan daerah pelosok justru tertinggal jauh di belakang. Kenyataan ini menyiratkan bahwa kemajuan teknologi saat ini masih hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Bukankah ini berarti bahwa masa depan itu hanya miliki generasi metropolitan? Ketika teknologi belum menjangkau, mendaki ke bukit adalah pilihan orang desa untuk menunggu pesan masuk. Seolah puncak bukit adalah harapan satu-satunya, tetapi itulah contoh kenyataan yang terlihat asyik sekaligus menyedihkan. Sebaliknya di saat yang sama, kehidupan metropolitan sudah beribu langkah di depan sana. Berdasarkan Badan Statistik Pendidikan NTT tahun 2023, yang menunjukkan Persentase Peserta Didik Usia 5–24 Tahun di pedesaan yang mengakses internet dalam 3 bulan terakhir hanya 44,67% dan penggunaan komputer hanya 9,03% (hal, 60). Ketertinggalan mengakses internet ini tentunya memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan berbagai aspek bagi generasi masa depan yang tinggal di kampung. Seperti kurangnya ruang gerak dalam mengakses bahan belajar, terpaku pada pembelajaran yang monoton, kesenjangan keterampilan digital, hingga dapat menimbulkan kurangnya rasa percaya dalam diri setiap siswa. Sedangkan, teknologi dan inovasi merupakan aspek penting untuk meralisasikan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun keadaan itu, jika keterbatasan ide menjadi halangan untuk maju maka akan ada banyak informasi yang terlewat dengan sia-sia. Inilah yang dikerjakan oleh KetongBaca yang turut berpartisipasi mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan poin 4.6 yaitu bahwa “Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua kaum muda dan sebagian besar orang dewasa, baik pria maupun wanita, mencapai literasi dan numerasi”, dan poin 4.A “Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang ramah anak, penyandang cacat dan gender, serta menyediakan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif, dan efektif bagi semua” yang dimulai dari kesadaran bahwa pemanfaatan teknologi dengan maksimal dapat secara signifikan menjawab tantangan rendahnya minat baca, sebagaimana menurut Warsihna (2016) bahwa ada berbagai jenis teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat membaca yaitu televisi, internet, audio book, dan ebook. Buku Digital atau dikenal ebook adalah bentuk buku yang dapat diakses melalui komputer, laptop atau smartphone. Oleh karena itu, keterbatasan fasilitas buku bukan menjadi tantangan lagi di era digital ini, sebab ebook hadir menjadi alternatif yang sangat praktis, mudah diakses, dan menembus batasan sinyal bagi anak-anak pelosok guna menjawab tantangan literasi. Ruang KetongBaca yang berlokasi di Jl. Jurusan Lelogama, km 17, RT 005, RW 003 Desa Hueknutu, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, NTT adalah ruang baca berbasis digital offline. Konsep yang dihadirkan berbeda dari ruang baca pada umunya, yang mana menembus batasan sinyal dan menyajikan ebooks bagi anak-anak menjadi keunikan tersendiri yaitu dengan memanfaatkan fitur offline pada setiap ebook sehingga dapat diakses tanpa koneksi internet di daerah pelosok. Ruang yang dihadirkan bersifat mudah, efektif, efisien, moderen, dan gratis. Sehingga anak-anak dapat mengakses kapan saja di waktu luang, memanfaatkan teknologi berupa tablet secara langsung untuk membaca, mengakses lebih banyak pilihan bacaan dengan tampilan gambar yang lebih menarik, tidak mengeluarkan biaya, dan mengurangi kebutuhan bahan bahan baku berupa kertas. Adapun, KetongBaca menyediakan lebih dari 1000 ebooks di setiap tablet dengan berbagai jenis bahan bacaan seperti teks-teks religius yang dapat membantu anak atau masyarakat memahami nilai-nilai keagamaan dan etika, jenis fiksi atau non-fiksi yang menekankan budaya kerja sama, tolong menolong, maupun gotong royong, jenis bacaan jenis buku nasional yang berisi konten kekayaan budaya bangsa secara lebih luas, serta jenis bacaan pengetahuan untuk memupuk rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir. Selain mencapai tujuan di dalam bidang pendidikan, kehadiran ruang baca ini pun selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 10 “Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antar Negara”, poin 10.1.1.B yaitu berperan dalam mengurangi kesenjangan yang ada di daerah pelosok, yang mana termasuk di dalam 103 kabupaten berkategori tertinggal di Indonesia yaitu dengan menghadirkan pelayanan akses bahan baca yang mudah dan merata, lokasi ruangan yang strategis di tengah desa dan berdekatan dengan lokasi sekolah, menyediakan bacaan yang memperkenalkan berbagai budaya di Indonesia, berkolaborasi dengan sekolah, gereja, serta pihak desa, dan ke depannya akan melibatkan relawan untuk membantu menjalankan program kegiatan. Selanjutnya, kehadiran KetongBaca juga menjawab Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 5 “Kesetaraan Gender” poin 5.B yaitu pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui lingkungan membaca yang menyediakan bahan bacaan bagi kaum wanita di desa untuk memperluas kesempatan belajar, misalnya seperti buku-buku resep masakan. Keberlangsungan KetongBaca di tengah desa ibarat lilin yang secara perlahan memberikan cahaya dalam menghadapi rintangan kurangnya fasilitas dan sumber daya lainnya. Sudah satu tahun beroperasi, anak-anak sekolah hingga saat ini masih menunjukkan antusias mengunjungi ruang baca di waktu luang. Adapun kolaborasi bersama SMP terdekat dalam memanfaatkan ruang baca guna mengerjakan tugas sekolah yang berkaitan dengan membaca dilakukan dengan efektif. Harapannya, melalui kehadiran ruang baca ini terus memberikan akses yang lebih mudah ke bahan bacaan untuk meningkatkan minat baca agar kelak dapat mendorong upaya meningkatkan literasi. Literasi dan minat baca berkaitan sangat erat dan tidak terpisahkan. Sehingga upaya meningkatkan kemampuan literasi tentunya diperlukan langkah meningkatkan minat terlebih dahulu agar seseorang dapat melewati tahap perkembangan literasinya dengan baik untuk mencapai tujuan menjadi pembelajar seumur hidup. Akan tetapi, di dalam mewujudkan hal ini, diperlukan kesadaran aktif dari orang tua, guru, dan masyarakat. Sebab, melalui kesadaran penuh dan upaya bersama, pemanfaatan ebook di daerah pelosok bisa menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan minat baca anak-anak secara signifikan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan dengan menjunjung tinggi prinsip “no one left behind” atau “tak ada satupun yang tertinggal”, sekalipun kehidupan di tengah pelosok masih serba terbatas, namun ada ada harapan bahwa masa depan adalah milik semua anak yang di kota besar maupun di dalam rimba. Menembus batasan sinyal, membawa ebooks ke pelosok merupakan contoh aksi nyata bahwa teknologi dapat menembus batasan yang sebelumnya dianggap tidak teratasi dan memberikan kemungkinan bagi anak bangsa untuk mengembangkan potensi diri. Ide pemanfaatan ebook tanpa koneksi ini dapat diimplementasikan oleh semua kalangan tanpa terkecuali. Secara khusus bagi lembaga pendidikan dapat menerapkan perpustakaan berbasis digital offline dengan memanfaatkan tablet atau komputer untuk mengakses sumber informasi. Pihak sekolah dapat memulai strategi ini melalui penyediaan jumlah perangkat elektronik, pengaturan ruangan seperti pojok baca maupun ruang baca dengan mempertimbangkan kenyamanan, pencahayaan, ketenangan, hingga durasi waktu membaca anak. Kemudian, sekolah dapat secara langsung mengakses sumber buku digital melalui website seperti Budi Kemendikbud, Bahan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Google Play Books dan sebagainya serta mengaktifkan fitur offline pada setiap ebook yang telah diunduh. Strategi ini pun tentunya perlu diiringi dengan menghadirkan kegiatan literasi seperti vocabulary building, note-taking, diskusi kelompok, menulis respon atau refleksi membaca, mengintegrasikan bacaan ke dalam pembelajaran, mengadakan book clubs, hingga melibatkan orang tua untuk berpartisipasi di dalam kegiatan membaca ebook oleh pihak sekolah. Upaya memaksimalkan penggunaan ebook secara offline di atas dapat menjadi solusi praktis di era modern untuk meningkatkan minat baca, mendukung kegiatan pembelajaran, dan memberikan akses yang lebih luas serta praktis, melawan keterbatasan, dan mengembangkan imajinasi anak-anak di daerah yang insfastrukturnya terbatas. Sehingga terjadi pembangunan sumber daya manusia secara berkelanjutan di lingkungan sekolah secara efektif, bukan hanya di daerah perkotaan, tetapi juga di daerah pelosok. Pergi ke hutan membawa rotan Menyapa singa dengan berani Tanpa sinyal bukanlah hambatan Perkuat literasi di era ini. Di atas bukit angin berembusan Memberi harapan kan hari esok Teknologi menembus batasan Membawa ebook hingga ke pelosok. Salam Literasi Membaca, Oktaria Kolnel. Referensi: Badan Pusat Statistika Provinsi Nusa Tenggara Timur (2023). Statisik Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur. NTT: BPS, (1), 60, Buku Elektronik PDF. Badan Pusat Statistika (2019). Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) Indonesia 2019. Jakarta: BPS RI, Buku Elektronik PDF. Warsihna, Jaka (2016). Meningkatkan Literasi Membaca Dan Menulis Dengan Teknologi Informasi Dan Komunikasi. 4 (2). Beranda SDGs Indonesia (2024). SDGs Metadata. Diakses pada 4 Juni 2024 dari https://sdgs.bappenas.go.id/metadata-indikator-sdgs/.
Membangun Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual, Melalui Pendidikan dan Kesadaran Oleh : Suvi Elvirawati Zebua Read More