fbpx
Acara adat Pela dan gandong (source from google)

MENCEGAH TIMBULNYA PAHAM EXTRIMISME DENGAN SEMANGAT NILAI BUDAYA PELA DAN GANDONG DI TANAH MALUKU

Konflik antar agama yang terjadi antara Islam dan Kristen di Maluku sejak tahun 1999 meninggalkan luka mendalam dan membekas bagi masyarakat di Maluku terkhusus Kota Ambon yang menjadi titik lokasi pecahnya konflik tahun 1999. Akibat dari konflik tersebut, banyak masyarakat yang mempunyai trauma dan masih menyimpan dendam yang berujung pada lahirnya paham extrisme yang membuat kehidupan masyarakat Maluku terpecah-pecah antar agama yang satu dengan lainnya.

            Ekstrimisme sendiri merupakan sebuah doktrin baik itu politik ataupun agama yang bertujuan untuk menggerakkan aksi dengan berbagai cara demi mewujudkan tujuannya dan extrimisme selalu identik dengan kekerasan (Febriyanti, 2018). ekstrimis cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.

Pasca konflik tahun 1999 yang terjadi di kota Ambon memicu munculnya paham extrimisme akibat dari dendam yang lahir dari konflik tersebut, sehingga menjadi sebuah permasalahan yang sangat serius jika dibiarkan terus berkembang di masyarakat Maluku karena akan lahirnya kelompok-kelompok yang fanatik terhadap agama. Oleh karena itu, pentingnya edukasi dengan menggunakan berbagai pendekatan nilai-nilai sosial dan juga budaya yang telah ada dan melekat pada budaya orang Maluku yang dikenal dengan Pela dan Gandong.

            Konsep Pela dan Gandong sendiri merupakan sebuah ikatan persaudaraan yang terjalin antar dua negeri atau lebih. Budaya Pela dan Gandong sebagai simbol orang basudara (hidup bersaudara) di Maluku. Budaya ini hampir memudar ketika konflik Maluku tahun 1999 namun perlahan bangkit dengan semangat budaya Pela dan Gandong sebagai simbol persaudaraan yang menciptakan kerukunan hidup antar masyarakat di Maluku.

            Pentingnya melestarikan budaya Pela dan Gandong menjadi keseriusan pemerintah dan bahkan masyarakat Maluku demi terciptanya Maluku yang aman, damai, dan sejahtera agar nantinya paham-paham extrimisme yang muncul mengatasnamakan agama atau golongan tertentu yang bepeluang memecahkan masyarakat tidak mudah menyebar dan berkembang jika seluruh komponen masyarakat, pemerintah maupun individu ikut berperan aktif dalam melestarikan budaya Pela dan Gandong. Budaya pela gandong (hubungan persaudaraan) merupakan salah satu kekuatan melawan bentuk gerakan extrimisme sehingga penting untuk membangun dan mempererat kembali budaya pela gandong yang selama ini telah terjalin antarwarga di Maluku.

            Berbagai upaya pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan kehidupan sosial yang harmonis pada masyarakat Maluku, seperti diadakan dialog budaya daerah Maluku pada tahun 2017 dengan mengangkat tema “Revitalisasi nilai budaya Pela dan Gandong, harmoni orang basudara di Maluku” yang membahas mengenai konsep Pela dan Gandong sebagai alat komunikasi orang basudara di Maluku dalam menyelesaikan konflik sosial. Selain dialog budaya, masyakarat Maluku sendiri juga sering mengadakan acara pertemuan antara Pela dan Gandong (dua negeri atau lebih) yang sudah terikat, serta adanya festival-festival yang melibatkan dua atau lebih masayarakat negeri yang berbeda keyakinan. Hal-hal semacam ini yang perlu dilestarikan oleh seluruh struktur masyarakat di Maluku baik pemerintah, masyarakat maupun individu.

            Selain dengan melestarikan budaya Pela dan Gandong yang menjadi identitas dan kekuatan tersendiri bagi masayarakat Maluku, masyarakat harus dibekali dengan pendidikan yang baik, dan pentingnya kesadaran masyarakat untuk tidak termakan isu hoax “say no to hoax” karena media sosial menjadi salah satu alat untuk menyebarkan paham ekstrimisme sehingga masyarakat harus dibekali dengan pemikiran yang kreatif, adaptif, dan juga inovatif dalam menerima sebuah informasi yang saat ini dengan mudah tersebar di masyarakat.

            Kaum muda atau generasi milenial juga harus berperan aktif dalam melawan paham extrimisme. Para generasi milenial harus aktif dalam kegiatan yang positif baik itu kegiatan di kampus maupun diluar kampus, para milenial juga harus membekali diri dengan banyak referensi, aktif menyebar pesan damai, dan menghindari kelompok-kelompok intoleran dan penting untuk mengimplementasikan nilai-nilai budaya yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya para milenial dapat mengantisipasi dan mencegah timbulnya paham extrimisme yang muncul dalam suatu kelompok atau masyarakat.

            Selain itu, para generasi milenial dituntut untuk berperan aktif dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara budaya yang digelar, budaya adalah identitas yang harus dilestarikan dan dijaga, dengan budaya kita bisa memajukan negeri dan mencegah munculnya paham extrimisme. Pemerintah dan masyarakat harus berperan aktif dan bekerjasama dalam melawan gerakan extrimisme, masyarakat harus mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dan sebaliknya pemerintah juga haru mendengar apa yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung dan berperan aktif bersama masyarakat dalam memerangi gerakan extrimisme yang muncul dalam suatu kelompok atau masyarakat.

            Dengan semangat budaya Pela dan Gandong yang menjadi identitas hidup orang bersaudara di tanah Maluku merupakan nilai yang dimiliki oleh masyarakat Maluku dalam melawan gerakan extrimisme yang muncul, karena nilai-nilai budaya yang ada pada konsep Pela dan gandong merupakan sebuah nilai universal yang menyatukan golongan yang satu dengan lainnya, tidak membedakan agama maupun suku tertentu dan merangkul semuanya dalam konsep kemanusiaan dan kehidupan orang bersaudara di Maluku.