fbpx
Foto oleh Brian Yurasits di Unsplash

Masker Menyelamatkan Masa Depan

Dewasa ini, banyak sekali masalah yang ditimbulkan akibat adanya pandemi. Mulai dari perekonomian, pendidikan, pekerjaan hingga isu lingkungan. Pada video Rewind Indonesia 2021 di kanal YouTube Indonesian Youtubers (6), Bung Fiersa mengatakan bahwa masalah yang ada sekarang selain masalah kesehatan karena pandemi, adanya sampah masker yang menggunung yang juga harus diperhatikan. Pandemi di Indonesia yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini memberikan banyak dampak baik dan buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai dari gaya hidup yang lebih bersih hingga menjaga protokol kesehatan seperti menggunakan masker saat berada di luar rumah. 

Ketika kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di Indonesia, seluruh stok makanan hingga perlengkapan kesehatan seperti alkohol, sarung tangan karet, dan masker habis terjual. Berbeda dengan saat ini, stok masker, sarung tangan karet, dan alkohol yang melimpah membuat masyarakat tenang. Sayangnya, hal itu menimbulkan masalah baru yaitu sampah limbah medis yang menumpuk dan belum adanya penanganan secara masif terhadap limbah medis.

Dalam sebuah studi yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas King Abdullah pada 2020 (1), ditemukan bahwa rasio limbah plastik untuk pasien COVID-19 naik dari pasien biasa yaitu menjadi 14.16 kg/pasien/hari dan 3.95 kg/tempat tidur/hari. Kenaikan tersebut diakibatkan oleh penggunaan peralatan perlindungan diri atau APD mulai dari masker hingga baju hazmat yang penggunaannya sekali pakai saja. Data tersebut juga didukung dengan penelitian mengenai kejelasan seberapa besar masker dan sarung tangan karet yang digunakan tiap harinya. Penelitian yang dilakukan di Bangladesh (3) mengatakan bahwa kalkulasi yang ditemukan memiliki kisaran 41.6 juta lembar masker dan 19.8 juta pasang sarung tangan karet yang digunakan tiap harinya selama masa pandemi ini.  Belum lagi, APD menjadi penting untuk nakes dan mereka yang merawat pasien COVID-19.

Sampah medis tersebut jika tidak diperhatikan dengan serius akan menjadi sebuah masalah serius ketika pandemi berakhir, bahkan bisa saja sebelumnya. Masalah tersebut sudah muncul dengan mencemari lautan hingga baru-baru mulai ‘dikonsumsi’ oleh penghuni ekosistem laut (5). Sebuah penelitian yang diterbitkan Marrine Pollution Buletin yang menyantumkan data peningkatan dalam penggunaan masker sekali pakai hingga daftar negara dengan penanganan limbah masker menyebutkan bahwa negara dengan pendapatan rendah memiliki majamenen sampah masker yang kurang sehingga membuat masker-masker tersebut ‘jalan-jalan’ dilautan (2). Tercatat bahwa Indonesia (0.25 juta ton) dan India (0.13 juta ton) menjadi dua negara dengan penangan sampah masker yang belum tertata. Ini juga menjadi masalah karena penggunaan masker sekali pakai di Indonesia terkategorikan sebagai salah satu negara dengan pemakaian tertinggi. 

Hal tersebut sudah seharusnya menjadi perhatian berbagai golongan baik pemerintah, pembuat kebijakan mengenai mitigasi pandemi ini, hingga masyarakat. Perlu diingat oleh semua kalangan bahwa semakin banyaknya kasus COVID-19 di suatu negara, maka peningkatan sampah medis juga semakin drastis. Belum lagi, gelombang tiga dengan varian Omicron juga menjadi hal yang perlu diwaspadai. Semua golongan tanpa terkecuali harus menjadi bagian untuk mengurangi dan mungkin menekan kasus COVID-19 agar bisa mencegah masalah lingkunngan yang baru dimasa yang akan datang. 

Mengurangi mobiltas diluar rumah menjadi sebuah solusi yang paling mungkin. Hal tersebut dikaitkan dengan berkurangnya bertemu dengan orang lain atau berkumpul sehingga mengurangi penyebaran dari virus ini. Memang berat dan kurang disukai banyak orang karena bekerja atau beraktivitas dari rumah saja dapat menimbulkan kebosanan dan sudah hampir dua tahun di rumah saja. Namun, jika beraktivitas diluar ruangan dapat menyebarkan virus. Kampanye #dirumahsaja sering digalakan agar tidak meningkatkan kasus dan menyebarkannya ke orang-orang terdekat.

Beralihlah dari masker sekali pakai ke masker yang dapat digunakan berkali-kali bisa menjadi solusi yang efektif. Bagi sebagian orang, termasuk penulis, menggunakan masker berbahan kain kurang diminati karena harus selalu dicuci setelah dipakai dan dirasa kurang melindungi dari virus karena lapisannya yang tidak terlalu tebal. Rasa ingin cepat pakai tanpa harus dicuci dahulu dan praktis karena sekali buang menjadi beberapa alasan yang membuat banyak masyarakat di Indonesia menggunakan masker sekali pakai. Memang penggunaan masker berbahan kain yang dapat digunakan berkali kali terdengar lebih hemat, namun kurang praktis. Tak hanya itu, dengan teknologi yang dapat menyaring partikel hingga yang terkecil seperti N95 membuat masyarakat menggunakannya karena perlindungan diri dari virus. 

Manajemen limbah masker sekali pakai harus dilakukan dengan benar-benar. Tidak hanya dibuang saja di tempat sampah, namun juga melakukan pemilahan sampah terutama untuk sampah masker sekali pakai. Setelah dipilah limbah tersebut, baiknya diberikan label “Limbah Menular COVID-19” (8). Tujuan dilakukannya hal tersebut adalah membantu pengelola sampah agar tahu mana sampah yang limbah rumah tangga (bungkus plastik, kertas, dan sampah organik) dan limbah masker sekali pakai yang sangat lama terurai.

Pemisahan masker sekali pakai dengan limbah lainnya dapat mengurangi penularan COVID-19 melalui masker yang sudah digunakan. Masker sekali pakai yang sudah digunakan sebaiknya dipisahkan dalam kantung tersendiri yang nantinya dapat dikelola. Limbah masker sekali pakai yang dipisah juga dapat diolah kembali menjadi barang lain. Pengelolaan masker yang memiliki bahan dasar PP (polypropylene) dan PE (polyethylene) sebagai bahan dasar dari masker dapat dijadikan sebagai barang lain seperti penelitian yang baru saja dibuat di lur negeri adalah extruder dan cetakan injeksi yang baru terbuat. Nantinya, bahan tersebut bisa menjadi pot bunga hingga tempat sampah (4). 

Selain pengelolaan yang terjadi di luar negeri, juga terdapat terobosan baru dari dalam negeri. Angin segar datang dari sebuah penelitian dari peneliti UGM yang bekerja sama dengan ITB dan UNS yang melahirkan Dumask (Dropbox-Used Mask) (7). Sistem pengolahan limbah ini berfungsi untuk mengelola limbah masker dan sarung tangan sekali pakai. Dengan menggunakan box yang ditaruh di beberapa tempat seputaran Yogyakarta, masyarakat dapat menaruh limbah tersebut ke dalam box. Selanjutnya, limbah tersebut akan dihancurkan dengan metode pirolisis. Ini dapat mengurangi masker dan sarung tangan sekali pakai yang digunakan selama pandemi agar tidak menginfeksi orang lain. 

Pengelolaan ini ada baiknya didukung oleh semua pihak, terutama pemerintah. Selain dengan kebijakan-kebijakan pembatasan pergerakan, pemerintah juga mendukung fasilitas pengelolaan ini agar mengurangi jumlah limbah masker dan sarung tangan sekali pakai. Aksi ini juga patut disebar luaskan oleh pemerintah agar masyarakat juga mau ambil bagian dalam mengurangi sampah yang tidak terkelola denga baik. Ini juga dapat menjadi kebijakan baru yang diberikan pemerintah untuk mendukung pengimplementasian mengenai program Perubahan Iklim yang disahkan oleh PBB.

Sebagai masyarakat awam khususnya pemuda dan pemudi, mari kita membantu pengurangan kasus COVID-19 agar limbah medis khusunya masker dan sarung tangan sekali pakai agar tidak ssemakin banyak. Mari kita kurangi mobilitas yang kurang penting dan sebisa mungkin gunakan masker yang dapat digunakan berkali-kali. Selain itu, kita dapat membantu mengurangi sampah limbah tersebut dengan mengikuti program pengolahan sampah masker dan sarung tangan sekali pakai. Hal sederhana tersebut dapat membantu ekosistem tetap lestari dan mengurangi dampaknya dimasa yang akan datang.  

 

Referensi:

  1. Abu-Qdais, H., Al-Ghazo, M., Al-Ghazo, E. (2020). Statistical analysis and characteristics of hospital medical waste under novel Coronavirus outbreak. Global Journal of Environmental Science and Management, 6(Special Issue (Covid-19)), 21-30. doi: 10.22034/GJESM.2019.06.SI.03 
  2. Chowdhury, H., Chowdhury, T., & Sait, S. M. (2021). Estimating marine plastic pollution from COVID-19 face masks in coastal regions. Marine pollution bulletin, 168, 112419. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2021.112419 
  3. Chowdhury, T., Chowdhury, H., Rahman, M. S., Hossain, N., Ahmed, A., & Sait, S. M. (2022). Estimation of the healthcare waste generation during COVID-19 pandemic in Bangladesh. The Science of the total environment, 811, 152295. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.152295 
  4. Crespo, C., Ibarz, G., Sáenz, C. et al. Study of Recycling Potential of FFP2 Face Masks and Characterization of the Plastic Mix-Material Obtained. A Way of Reducing Waste in Times of Covid-19. Waste Biomass Valor 12, 6423–6432 (2021). https://doi.org/10.1007/s12649-021-01476-0 
  5. Elmira, P. (2022, February 10). Penyu Hijau ditemukan Telan Sampah Masker di pesisir jepang. liputan6.com. Retrieved February 10, 2022, from https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4883072/penyu-hijau-ditemukan-telan-sampah-masker-di-pesisir-jepang 
  6. Indonesian Youtubers. (2021, December 30). REWIND INDONESIA 2021 [Video]. YouTube.  https://www.youtube.com/watch?v=IPZO85HFM4w 
  7. piat, O. (2021, April 29). Dumask: Sistem Pengelolaan Limbah Masker sekali Pakai Dan Sarung tangan plastik Ramah Lingkungan. Universitas Gadjah Mada. Retrieved February 10, 2022, from https://piat.ugm.ac.id/2021/04/29/dumask-sistem-pengelolaan-limbah-masker-sekali-pakai-dan-sarung-tangan-plastik-ramah-lingkungan/ 
  8. Sangkham, S. (2020). Face mask and medical waste disposal during the novel COVID-19 pandemic in Asia. Case Studies in Chemical and Environmental Engineering, 2. https://doi.org/10.1016/j.cscee.2020.100052