fbpx
Gambar : Glints.com

Integrated Inclusive Digital Ecosystem for Disability Entrepreneur

Integrated Inclusive Digital Ecosystem for Disability Entrepreneur, Tingkatkan Inklusivitas Dunia Kewirausahaan bagi Penyandang Disabilitas Melalui Optimalisasi Digital dalam Rangka Menghapus Diskriminasi dalam Dunia Kerja dan Meningkatkan Kesejahteraan Kaum Muda Disabilitas

Merebaknya pandemi COVID-19 seakan menghantam perekonomian dunia, termasuk Indonesia dengan terbatasnya ruang gerak masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi yang diperparah dengan daya beli masyarakat yang menurun akibat inflasi kebutuhan pokok yang terjadi. Hal ini mengakibatkan garis statistik angka pengangguran meningkat tajam. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, peningkatan pengangguran terbesar terjadi pada kelompok anak muda yang berusia 20-29 tahun dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada penduduk usia 20-24 tahun sebesar 17,66% pada Februari 2021. Jumlah tersebut meningkat 3,36% dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar 14,3%. Peningkatan TPT pada kelompok usia ini menjadi yang terbesar dibanding kelompok usia lain. 

Keadaan tersebut seakan menjerumuskan para insan muda yang identik dengan potensi, inovasi, yang  tech savy, dan self paced ke dalam sebuah limit hole, ketidakberdayaan dalam merangkak naik untuk keluar dalam jerat status rentan pada masa pandemi akibat PHK massal dalam sektor formal. Padahal, dengan pengetahuan, potensi, serta semangat dalam diri pemuda menjadikan mereka mampu menciptakan perubahan untuk dunia ke arah lebih baik. Tak sedikit pemuda justru membanting setir dan menciptakan peluang dalam dunia kewirausahaan dengan memanfaatkan platform digital, seperti e-commerce, media sosial, dan sebagainya yang menjadi pasar alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa pandemi. 

Foto 1 : Sesi Publik - Pembukaan Youth SDG Summit 2022
Foto 1 : Sesi Publik – Pembukaan Youth SDG Summit 2022 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Realitas tersebut menjadi salah satu fokus perhatian dalam Youth SDG Summit 2022 yang dihadiri 200 delegasi dari seluruh Indonesia untuk menghadirkan solusi dan rekomendasi terbaik mereka dalam isu-isu seputar pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Namun, pertanyaan lain justru muncul terutama pada proses diskusi Youth SDG Summit 2022 Ruang 2 yang membahas mengenai SDG 8 dengan tema Pemuda dan Kewirausahaan. Banyak permasalahan yang ditemukan pada penggalian masalah anak muda dalam berwirausaha. Namun yang menarik adalah bagaimana dengan kondisi kaum pemuda rentan (vulnerable), terutama kaum disabilitas dalam berwirausaha jika kaum muda non-disabilitas saja sudah memiliki segudang permasalahan di Indonesia dalam berwirausaha? 

Foto 2: Chamber 2 – Sesi Sharing Terkait Topik SGD 8 oleh Pembicara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pada chamber sebelumnya pun, permasalahan inklusivitas dalam dunia kewirausahaan sudah disinggung oleh para pembicara, baik bagaimana terdiskriminasinya perempuan dalam mendirikan usaha akibat tradisi patriarki di Indonesia, keterbatasan akses informasi dan fasilitas bagi masyarakat menengah ke bawah, dan bagaimana kaum disabilitas belum memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam dunia wirausaha. Menurut data Susenas 2018, mayoritas penyandang disabilitas usia produktif tidak masuk ke dalam pasar tenaga kerja. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) penyandang disabilitas yang hanya 31,63%. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada TPAK non-disabilitas yang hampir mencapai 70%. Dari data tersebut, lebih dari separuh pekerja disabilitas sebesar 57,07% membuka usaha sendiri yang umumnya bersifat informal. Pekerja disabilitas yang bekerja sebagai buruh/karyawan formal (tetap dan dibayar) hanya 22,25%. Hal ini terjadi akibat kesulitan yang dialami penyandang disabilitas, termasuk kaum muda dalam mengakses pekerjaan formal.

Kesulitan kaum muda penyandang disabilitas dalam mengakses pekerjaan formal rata-rata disebabkan oleh ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan pasar kerja yang ketat serta egoisme perusahaan dalam mencari sumber daya manusia dengan potensi dan pengalaman memadai, terlebih mengakarnya pandangan miring bahwa kaum disabilitas tidak dapat melakukan apapun sebaik kaum non-disabilitas. Sehingga, berwirausaha menjadi pilihan lain bagi kaum muda penyandang disabilitas di Indonesia. 

Foto 2 : Proses Brainstorm dalam Merancang Joint Communique SDG 8 pada Youth SDG Summit 2022
Foto 3 : Proses Brainstorm dalam Merancang Joint Communique SDG 8 pada Youth SDG Summit 2022 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Meskipun demikian, mereka harus menghadapi segudang keterbatasan dalam dunia wirausaha, terlebih di masa pandemi saat ini. Dalam proses diskusi dalam chamber-chamber ruang dua memang tidak dibahas secara komprehensif mengenai permasalahan bagi kaum disabilitas, namun yang menjadi urgensi saat ini di antaranya, kurangnya keterampilan dan pengetahuan, khususnya literasi digital dan entrepreneurship yang diperparah dengan terbatasnya akses pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta yang tidak rutin dan lebih cenderung diadakan di ibu kota maupun provinsi, sulitnya mengajukan bantuan modal ventura dan finansial perbankan dengan status nasabah disabilitas, kurangnya support system environment dalam menjalankan kewirausahaan, minimnya rasa peduli dan  simpati masyarakat terhadap kaum wirausaha muda disabilitas, serta kebijakan ekonomi yang belum inklusif dan belum ramah disabilitas. 

Realita yang terjadi tentu bertentangan dengan prinsip equal employment opportunity yang digagas oleh International Labor Organisation, pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menekankan setiap warga negara Indonesia berhak untuk mensejahterakan hidupnya dengan memiliki pekerjaan yang layak tanpa diskriminasi, serta aspek Sustainable Development Goals nomor delapan, yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua. Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi , perlindungan terhadap penyandang disabilitas Internasional dalam sebuah undang – undang yaitu UU no 19 Tahun 2001 tentang Pengesahan Convention on the Right of Person with Disabilities.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah solusi yang dapat merangkul kaum muda disabilitas untuk mendapatkan kesempatan dan hak yang sama dengan kaum muda non-disabilitas khususnya dalam berwirausaha. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan dunia digital sebagai sebuah ekosistem yang inklusif bagi kaum penyandang disabilitas. Literasi digital, wawasan entrepreneurship, dan mental berwirausaha menjadi kunci penting dalam membangun fundamental kaum muda disabilitas untuk mampu menggunakan kesempatan menjadi setara dalam dunia digital entrepreneurship. Hal-hal tersebut tentu tidak jauh berbeda dengan apa yang dibutuhkan kaum muda non-disabilitas, namun yang perlu difokuskan adalah bagaimana keterjangkauan dan pemerataan akses kaum muda disabilitas terkait tiga basic needs diatas. Terlebih dengan perkembangan digital, kaum muda saat ini dihadapkan dengan Fourth Industrial Revolution dari digitalisasi yang menuntut kaum muda tidak hanya dituntut untuk melek teknologi, akan tetapi juga dibutuhkan keterampilan untuk menunjang pekerjaan dan penggunaan teknologi.

Foto 3 : Pembacaan Joint Communique SDG 8 (Pemuda dan Kewirausahaan)
Foto 4 : Pembacaan Joint Communique SDG 8 – Pemuda dan Kewirausahaan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dari proses deep focus group discussion selama dua hari, ternyata ditemukan bahwa sangat penting bagi suatu individu wirausaha untuk memiliki ekosistem yang mendukung, tidak hanya dari sisi personal, namun juga sosial. Terinspirasilah sebuah konsep ecosystem approach dalam menciptakan inklusivitas bagi kaum disabilitas berwirausaha mampu menunjang akses dan fasilitas yang diperlukan melalui suatu platform terintegrasi bagi kaum disabilitas untuk dapat mencari informasi, seperti daftar dana investor, prosedur peminjaman modal dan sebagainya. Selain itu, kaum muda disabilitas dapat meng-apply proposal wirausaha ke investor atau perbankan dalam mencari modal, di mana investor dapat berasal dari kalangan masyarakat yang memiliki modal untuk diberikan dalam usaha dan dipertukarkan dengan saham melalui fitur di platform. Sistem tersebut tercakup dalam Integrated Inclusive Digital Ecosystem for Disability Entrepreneur.

Mengingat bahwa betapa rentannya kaum muda penyandang disabilitas untuk masuk ke dalam kelompok NEET  (Not in Employment, Education and Training), maka harus disediakan pula akses pelatihan online mengenai skill, knowldege, dan value dalam berwirausaha, informasi perkembangan pasar ekonomi dan dunia wirausaha saat ini serta berbagai pengetahuan dasar seperti belajar matematika, menghitung akuntansi, dan sebagainya dalam mengupayakan kaum muda disabilitas untuh mencegah mereka semakin terisolasi, menjauh dari masyarakat dan juga merasa putus asa. serta menarik diri dari masyarakat dan bahkan keluarga yang berpotensi menimbulkan konflik dan
ketidakharmonisan. Dengan adanya akses pelatihan online dengan fitur live chat and consultation, maka diharapkan mereka mampu untuk mengejar ketertinggalan dan mampu bersaing dalam  ketatnya kompetisi pasar kerja dan perkembangan keterampilan yang semakin kompleks yang dibutuhkan di pasar kerja, khususnya kewirausahaan. 

Ditambah lagi, dengan platform tersebut juga menghubungkan satu kaum muda disabilitas dengan kaum muda lain, baik non-disabilitas maupun disabilitas melalui fitur social network yang mampu membangun komunitas digital social support system. Platform tersebut juga menyediakan akses untuk mencari karyawan maupun pekerjaan bagi sesama disabilitas dalam dunia wirausaha digital. hingga wadah promosi online shop atau usaha yang sedang dijalankan. Hal ini secara tidak langsung menjadikan dunia digital sebagai media pemberdayaan kaum muda disabilitas. Selain itu, dengan adanya komunitas yang menjadi support system, maka kesehatan mental dan psikologi kaum penyandang disabilitas dapat terjamin yang perlu didukung pula dengan kebijakan ketenagakerjaan yang memberikan hak cuti, jam kerja, dan upah minimum yang layak dan memperhatikan aspek work-life balance dari kaum muda disabilitas.

Upaya tersebut tentu perlu didukung oleh aspek lain, seperti digital policy, terutama perlindungan keamanan dan kenyamanan penggunaan digital oleh kaum disabilitas, kerjasama mitra perbankan; ventura; dan investor, regulasi ekonomi yang efisien dan inklusif, sosialisasi yang gencar berupa awareness campaign terhadap masyarakat untuk peduli dan sadar bahwa masih ada kaum muda disabilitas berpotensi perlu untuk didukung dan diberdayakan.

Berdasarkan data Susenas 2018, akses penyandang disabilitas terhadap media informasi masih rendah, jauh lebih rendah daripada akses informasi kelompok non-disabilitas. Penduduk non-disabilitas berusia 15 tahun ke atas yang telah mengakses ponsel atau laptop mencapai 81,61%, sedangkan penyandang disabilitas yang memiliki akses terhadap perangkat teknologi tersebut hanya 34,89%. Ketimpangan yang lebih besar terlihat pada akses terhadap internet. Hanya 8,5% penyandang disabilitas yang memiliki akses internet, sedangkan akses internet penduduk non-disabilitas mencapai 45,46%. Perempuan penyandang disabilitas merupakan kelompok yang paling mengalami eksklusi dari akses terhadap media komunikasi dan informasi tersebut. 

Atas dasar tersebut, dalam merealisasikan inklusivitas bagi kaum disabilitas secara digital, perlu pemerataan prasarana digital dan membentuk komite Disgit-Ecid (Disability Digital Ecosystem in Indonesia) dengan perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia sebagai penyedia dan penjamin fasilitas bagi para kaum muda penyandang disabilitas di seluruh Indonesia untuk mendapatkan pelatihan, fasilitas perpustakaan, fasilitas penggunaan piranti ICT, serta ekosistem komunitas wirausaha. Diharapkan dengan terbentuknya suatu komite yang berorientasi fokus dalam pemberdayaan kaum disabilitas khususnya anak muda  dalam dunia digital entrepreneurship mampu memberikan rasa aman dan acceptance dalam masyarakat terhadap potensi mereka. Kolaborasi dengan mitra UMKM dan para pengusaha di seluruh Indonesia dalam merangkul kaum muda disabilitas juga sangat penting, terlebih dalam memanfaatkan potensi kearifan lokal di Indonesia, seperti bersama membantu memberi pelatihan, berkolaborasi dalam entrepreneur project, bantuan modal, dan sebagainya.

Selain itu, tak kalah penting adalah bagaimana pemberian perlindungan sosial berupa jaminan sosial maupun bantuan sosial, terutama dalam pandemi saat ini, di mana dibutuhkan suatu jaring pengaman dalam keadaan yang tidak stabil dan memastikan inklusivitas penyandang disabilitas dalam hal akses pelatihan dan keterampilan, promosi pekerjaan, skema perlindungan sosial dan dalam strategi pengentasan kemiskinan. Menurut Institute of Development Studies (IDS) memiliki peran sebagai protective, tranformative, preventive , dan promotive terhadap kaum rentan, seperti kaum muda penyandang disabilitas. Oleh karenanya akses dan informasi jaminan sosial serta bantuan sosial harus tersedia  pada platform digital terintegrasi bagi kaum muda disabilitas, termasuk wadah pengajuan kasus diskriminasi dalam berwirausaha yang melanggar hak asasi mereka. 

Foto 5 : Kaum Muda Penyandang Disabilitas (Sumber : Ekonomibisnis.com)

Kaum muda disabilitas memang memiliki keterbatasan, namun bukan berarti mereka tidak mampu. Mereka mampu dengan caranya sendiri. Mereka sama seperti kaum muda non-disabilitas yang memiliki semangat, inovasi, karakter, dan ambisi.

Untuk itu, perlu adanya dukungan pemberdayaan bagi kaum muda disabilitas dalam berwirausaha demi meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan program Integrated Inclusive Digital Ecosystem for Disability Entrepreneur, diharapkan mampu merangkul kaum muda disabilitas Indonesia dan mengembalikan kesempatan dan hak yang selama ini mereka belum dapatkan sepenuhnya dalam lapangan pekerjaan, terutama dalam kewirausahaan.

Youth SDG Summit 2022 menjadi sumber inspirasi dan membakar semangat para pemuda delegasi dalam menemukan solusi dan memberikannya kepada pemangku kepentingan. Mari  kaum muda untuk lebih peduli pada sekitar dan membuat perubahan dengan langkah kecil, salah satunya dalam isu kewirausahaan kaum muda disabilitas !  

Sumber :

Ayu Rizaty, Monavia. 2021. BPS: Tingkat Pengangguran Anak Muda Semakin Tinggi Saat Pandemi. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/31/bps-tingkat-pengangguran-anak-muda-semakin-tinggi-saat-pandemi. Diakses pada 9 Februari 2022 

Ayu Rizaty, Monavia. 2021. Sebanyak 28,37% Pekerja Disabilitas Berusaha Sendiri pada 2020. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/10/sebanyak-2837-pekerja-disabilitas-berusaha-sendiri-pada-2020. Diakses pada 10 Februari 2022 

Hastuti, et al. 2020. Kendala Mewujudkan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas. Jakarta: Smeru Research Institute

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2012. Kesetaraan dan non diskriminasi di tempat kerja di Indonesia. Jakarta

Kurnia, Erika. 2020. Ekosistem Digital Bantu Berdayakan Penyandang Disabilitas. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2020/12/01/punya-beban-ganda-penyandang-disablitas-terbantu-ekosistem-digital. Diakses pada 9 Februari 2022

Materi Kursus Pelatihan SDG Academy dengan Topik Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan. Diakses pada 10 Februari 2022

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri