Dian Prihadyanti Peneliti 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Sampah menjadi salah satu permasalahan pelik di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Sampah dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan, penyebab bencana banjir, sumber penyakit, hingga kerusakan ekosistem. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2019 total produksi sampah nasional mencapai 64 juta ton, bahkan pada tahun 2020 meningkat menjadi 67.8 juta ton dimana sebagian besar sampah tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan juga di lautan. Mayoritas sampah ini berasal dari rumah tangga dan pasar tradisional, dan kebanyakan berupa sisa makanan serta plastik. Presiden Republik Indonesia sendiri berharap bahwa pada tahun 2025, sampah di Indonesia dapat dikelola seluruhnya. Namun demikian, hingga saat ini masih terdapat banyak kendala yang dihadapi seperti ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah, termasuk dalam memilah sampah. Meskipun demikian, telah cukup banyak pula upaya untuk mengelola sampah diantaranya dengan adanya bank sampah yang turut didukung pihak swasta, upaya dari kaum milenial untuk mendorong eco-living dan gaya hidup minim sampah, serta munculnya pengelola sampah untuk energi listrik ataupun berbagai varian lain yang dapat memberikan nilai tambah. Namun, hal-hal tersebut pada kenyataannya belum dapat memberikan hasil yang diharapkan dalam mengelola sampah secara keseluruhan. Apalagi, jumlah sampah diprediksi akan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Untuk sampah plastik  misalnya yang diprediksi akan menenggelamkan bumi pada tahun 2040, dimana jumlahnya diperkirakan mencapai 1,4 milyar ton. Kondisi ini tentunya mengancam keberlanjutan ekosistem daratan maupun lautan yang berdampak pada kehidupan manusia. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan sampah ini terkait dengan kelangsungan ekosistem darat dan lautan yang menjadi tujuan ke 14 dan ke-15 dari Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini juga terkait dengan perilaku konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dari masyarakat dan produsen, dimana hal tersebut terkait dengan tujuan ke-12 dari SDGs. Belum ditanganinya sampah di Indonesia secara memadai menunjukkan pentingnya upaya lebih jauh dan serius untuk penanganannya. Sampah sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang potensial apabila dapat digarap secara lebih serius. Apalagi dengan kondisi ekonomi di masyarakat yang cenderung memburuk akibat pandemi COVID-19 seperti saat ini. Jika kita lihat, di Indonesia sendiri banyak kalangan yang membutuhkan dukungan ekonomi baik peningkatan pendapatan maupun yang belum memiliki pekerjaan, termasuk yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kalangan pemulung yang berada di bawah garis kemiskinan, pihak yang melakukan jual-beli barang bekas, ibu rumah tangga terutama yang tidak bekerja atau membutuhkan penghasilan tambahan, dan berbagai pihak lainnya yang membutuhkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Pihak-pihak tersebut dapat menjadi aktor potensial untuk mendukung pengelolaan sampah yang pada dasarnya berpotensi untuk membuka peluang bisnis baru sehingga menciptakan lapangan kerja. Sementara itu, produsen yang produknya digunakan oleh masyarakat dan pada akhirnya menyumbang sampah tentunya juga memiliki keinginan untuk turut berperan dalam hal ini. Namun demikian, produsen tersebut mungkin belum atau sama sekali tidak mengetahui bentuk dukungan atau upaya lain yang bisa dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya untuk penanganan sampah yang dihasilkannya. Hal ini memperlihatkan bahwa aktor-aktor terkait pengelolaan sampah masih bekerja secara parsial, sekaligus mengindikasikan belum terbentuknya link yang kuat antar aktor tersebut. Link yang kuat sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan upaya dalam mengelola sampah secara lebih efektif dan efisien, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya yang dibutuhkan. Dalam jangka panjang, hal ini akan menciptakan sinergi yang kuat antar aktor. Hal ini dalam pengimplementasiannya tentu membutuhkan komunikasi dan media yang tepat. Dengan melihat kondisi yang terjadi, disini penulis menawarkan solusi yang dapat menginisiasi dan membentuk link antar aktor, serta mempermudah dalam mempertemukan ‘permintaan dan penawaran’ dari sampah yang ada. Solusi ini berupa pengembangan teknologi digital yang ditujukan untuk melakukan inovasi sosial. Inovasi sosial ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan sampah, yang secara tidak langsung akan mengubah perilaku masyarakat terhadap sampah, termasuk meningkatkan perekonomian rakyat melalui sinergi berbagai pihak. Teknologi digital yang diusulkan berupa platform digital dalam bentuk aplikasi yang memuat berbagai kategori sampah yang akan dibuang, serta pihak-pihak yang dapat menampung atau memanfaatkannya. Kategori sampah ini tentunya beragam, misalnya berupa sampah dari produk elektronik, besi rongsokan, minyak jelantah, bahan kimia berbahaya, plastik, kaca, dan beragam bentuk sampah lainnya yang tidak lagi dibutuhkan. Dalam tiap kategori sampah tersebut, akan ada berbagai kategori dari pihak-pihak yang menawarkan jasa untuk mengambil tiap kategori sampah yang akan dibuang, mulai dari pemulung, perusahaan yang mengolah sampah, hingga penyedia teknologi yang membutuhkan sampah untuk pengembangan teknologi maupun menyediakan teknologi untuk mengolah sampah. Ketika menawarkan sampahnya untuk dibeli ataupun sekedar didonasikan, masyarakat akan memperoleh reward yang tercatat dalam aplikasi. Masyarakat juga dapat membeli teknologi untuk mengolah sampahnya sendiri, termasuk membuka usaha baru dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Hal ini tentunya akan memudahkan dan menguntungkan berbagai pihak, disamping mendorong masyarakat untuk mengubah perilakunya dalam menangani sampah terutama dengan munculnya motivasi untuk memperoleh reward yang memiliki nilai ekonomi. Lalu siapa yang akan mengembangkan dan mengelola aplikasi dan segala aktivitas terkait serta menginisiasi aktivitas awal yang dibutuhkan? Hal ini bisa saja dilakukan oleh komunitas khusus, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ataupun social enterprise yang memiliki misi untuk melakukan inovasi sosial. Untuk aktivitas yang berkelanjutan, dibutuhkan sosialisasi dan komunikasi yang intens terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Komunitas, LSM, dan/atau social enterprise inilah yang nantinya juga akan akan melakukan sosialisasi, berinteraksi dengan pihak-pihak yang masuk dalam aplikasi tersebut termasuk berbagai komunitas terkait pengelolaan sampah guna membuat ‘aturan main’, melakukan edukasi kepada yang ingin bergabung, memberikan dukungan teknis dalam penggunaan aplikasi, termasuk juga untuk belajar teknologi pengelolaan sampah guna memulai usaha baru. Selain itu tentunya dibutuhkan dukungan donator baik berupa teknologi, dukungan finansial, sumberdaya manusia, ataupun beragam bentuk dukungan material maupun non-material lainnya. Hal-hal ini tentunya perlu lebih diperhitungkan dan didiskusikan secara matang oleh para aktor yang terlibat, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Inovasi sosial yang terjadi dari aktivitas ini pada akhirnya akan sangat mendukung terwujudnya tujuan ke-12, ke-14, dan ke-15 dari SDGs, yakni terkait dengan aktivitas produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab, serta perbaikan ekosistem daratan dan lautan. Untuk keberlanjutan inovasi sosial ini, selain dukungan dan komitmen dari pihak-pihak yang terlibat secara langsung, dibutuhkan pula dukungan dari pemerintah dalam mendorong Corporate Social Responsibility (CSR) bagi produsen untuk turut bertanggungjawab dalam mengelola sampah dari produk yang dijualnya kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah juga perlu turut mensosialisasikan dan mendukung pendanaan awal dari komunitas atau social enterprise yang akan menjalankan inovasi sosial tersebut. Selain mendukung pencapaian tujuan SDGs ke-12, ke-14, dan ke-15, inovasi sosial melalui teknologi digital ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga mengurangi kemiskinan yang terkait dengan tujuan pertama SDGs, tujuan ke-8 terkait pertumbuhan ekonomi, serta tujuan ke-11 mengenai sustainability. Dalam jangka panjang, hal ini dapat diperluas menjadi kolaborasi global untuk menciptakan nilai tambah yang lebih meluas. Oleh karenanya hal ini juga terkait dengan tujuan SDGs lainnya, yakni terkait dengan kemitraan global yang merupakan tujuan ke-17.  Bersama kita bisa!
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More