Titania Audrey Al Fikriyyah 0shares Cipta, Karya, Karsa: Menempatkan Industri Kreatif Sebagai New Engine of Economic Growth Read More Gelaran Clash of Champions dari Ruangguru memantik kembali gelora semangat di dunia pendidikan Indonesia. Kompetisi antar mahasiswa dari kampus bergengsi ini sukses ditonton jutaan kali di Youtube. Namun, di balik kesuksesan acara tersebut, kurangnya keterwakilan mahasiswa dari Indonesia Timur sempat menjadi sorotan. Dari 50 peserta hanya ada dua wakil dari Indonesia Timur yaitu dari Universitas Udayana dan Universitas Hasanuddin. Apakah ini menjadi sebuah sinyal bahwa kesenjangan pendidikan di Indonesia masih cukup tinggi? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, angka rata-rata lama sekolah (RLS) untuk siswa berumur 15 tahun ke atas di Aceh adalah 9,89 tahun dan di Jawa Tengah 8,44 tahun. Namun, sebagai provinsi paling timur, Provinsi Papua masih berada di angka 7,34 tahun. Padahal tujuan 4 dalam Sustainable Development Goals (SDG) adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua. Rendahnya angka RLS di Papua menunjukkan bahwa kesempatan belajar di provinsi tersebut masih cukup terbatas. Peraih Nobel Ekonomi tahun 1992, Gary Becker mencetuskan Teori Modal Manusia pada tahun 1962. Teori ini menyatakan bahwa pendidikan adalah investasi yang dapat meningkatkan produktivitas. Senada dengan Becker, Todaro dan Smith (2014) menyatakan bahwa pendidikan yang tinggi mengakibatkan produktivitas meningkat, pendapatan meningkat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu contoh nyata dari teori ini adalah Profesor Sarjiya, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) yang lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah buruh tobong labor atau pengrajin gamping dan ibunya adalah pedagang gula jawa. Kedua orang tuanya belum pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Namun keduanya bertekad kuat untuk menyekolahkan anak laki-lakinya tersebut. Saat ini, Profesor Sarjiya telah menjadi dosen di Fakultas Teknik UGM dan telah dikukuhkan sebagai guru besar pada awal 2024. Kisah Profesor Sarjiya menjadi bukti bahwa pendidikan dapat mengangkat ekonomi keluarga. Oleh karena itu, akses pendidikan yang inklusif dan merata dapat berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi secara nasional dalam jangka panjang. Hal inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk keluar dari middle income trap. Saat ini, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen setiap tahunnya untuk mencapai mimpi Indonesia Emas di tahun 2045. Namun, masih adanya kesenjangan pendidikan tentunya akan berdampak pula pada kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, perlu ada upaya dari pemerintah untuk memastikan pendidikan yang inklusif dan merata dari Sabang sampai Merauke. Urgensi Peran Pemerintah Daerah Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, anggaran pendidikan ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 20 persen dari APBN. Sebesar 60 persen dari anggaran pendidikan tersebut ditransfer ke daerah. Menurut World Bank, alokasi anggaran pendidikan Indonesia sudah cukup tinggi. Namun, indikator pendidikan seperti angka rata-rata lama sekolah (RLS) masih jauh dari harapan. Menurut BPS, angka RLS untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia pada 2023 masih mencapai 8,77 tahun. Angka ini masih cukup jauh dari target wajib belajar 12 tahun. Berdasarkan dari temuan tersebut, efektivitas belanja pendidikan perlu ditingkatkan agar dapat memaksimalkan anggaran yang tersedia. Intervensi pemerintah mulai dari input, proses, output, outcome, dan impact pembelajaran diperlukan untuk memastikan akses pendidikan yang berkualitas dan merata. Dari sisi input, aksesibilitas pendidikan, kesejahteraan guru dan pembangunan fasilitas pendidikan menjadi fondasi. Pemerintah harus mampu memastikan akses pendidikan yang inklusif terutama untuk masyarakat rentan. Rendahnya angka RLS biasanya disebabkan oleh siswa-siswa yang putus sekolah karena harus bekerja. Oleh karena itu, pemerintah juga harus mendukung pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dan kemudahan mendapat modal usaha bagi keluarga prasejahtera. Agar hak atas pendidikan anak-anak dari keluarga prasejahtera dapat terjamin. Selain itu, saat ini masih ada beberapa isu terkait kurangnya kesejahteraan guru honorer dan sekolah yang masuk kategori rusak. Alokasi anggaran juga sebaiknya diprioritaskan untuk mengatasi masalah-masalah mendasar ini agar pembelajaran bisa menjadi maksimal. Jika fondasi tersebut sudah diperbaiki, pemerintah daerah mulai dapat mengalokasikan anggaran untuk memperbaiki proses pembelajaran di sekolah. Perbaikan ini dapat berupa pembaruan metode pembelajaran oleh guru. Menurut Indonesia Public Expenditure Review : Spending for Better Results dari World Bank (2020) tunjangan sertifikasi guru belum memberikan dampak pada kompetensi siswa. Pemerintah daerah dapat meningkatkan kualitas metode pembelajaran di sekolah melalui kerja sama dengan perguruan tinggi. Harapannya, metode pembelajaran terkini yang didapat melalui kerja sama tersebut dapat meningkatkan kualitas belajar di sekolah. Selain itu, untuk memperbaiki kualitas output dan outcome, pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan di sekolah harus selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Dalam hal ini, setiap daerah pasti mempunyai keunikan dan potensinya masing-masing. Seperti contohnya, pada Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 2024-2026 menyebutkan bahwa salah satu sektor unggulannya adalah pertanian, namun kontribusi dari sektor tersebut belum cukup optimal. Untuk mengakselerasi pertumbuhan pada sektor tersebut, pemerintah daerah dapat memberikan beasiswa perguruan tinggi bagi putra/putri daerah untuk menempuh studi agroteknologi di Jepang yang mempunyai sistem pertanian cerdas (smart farming). Putra/putri daerah tersebut dapat menerapkan ilmunya ketika kembali ke Indonesia untuk menciptakan inovasi pertanian cerdas yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. Selain itu, mereka juga dapat menciptakan inovasi pemanfaatan bahan baku hasil pertanian untuk menjadi produk yang bernilai tambah. Inovasi-inovasi tersebut dapat berkontribusi terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta juga dapat menjaga ketahanan pangan daerah. Pemerintah daerah juga dapat menambahkan mata pelajaran dasar sesuai sektor unggulan daerah pada muatan lokal di sekolah. Sehingga mata pelajaran dalam muatan lokal bisa lebih bervariasi sesuai dengan kebutuhan daerah. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memperkuat investasi pendidikan pada sektor-sektor unggulan maupun potensial di daerahnya. Adanya investasi pendidikan tersebut dapat mendukung tercapainya pendidikan yang berkualitas yang inklusif dan merata (SDG 4), yang pada akhirnya mendorong penyerapan tenaga kerja pada pekerjaan yang layak (SDG 8), serta mendukung terciptanya industri, inovasi, dan infrastruktur yang kokoh dan berkelanjutan (SDG 9). Kombinasi dari ketiga tujuan tersebut dapat melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan dan membangun ekonomi secara berkelanjutan. Kita berharap serangkaian upaya dan inovasi dari pemerintah pusat dan daerah dapat meningkatkan kualitas di setiap tahap proses pendidikan. Sehingga hasil dari pendidikan yang inklusif dan merata ini dapat membangun kejayaan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan dari timur sampai barat, dari Sabang sampai Merauke.